Selain itu, dalam sudut pandang kapitalime, utang dianggap sebagai satu-satunya solusi untuk menutupi kekurangan dalam pembiayaan pembangungan. Ketika pembiayaan pembangunan dibutuhkan dalam jumlah yang sangat besar, sementara pemerintah hanya mampu mendanai kurang dari setengahnya, maka mengambil pinjaman dianggap hal wajar.
Demikianlah kekeliruan kapitalisme dalam mengelola BUMN. Perusahaan pelat merah ini seharusnya bekerja untuk kepentingan rakyat. Namun malah disalahgunakan untuk memenuhi ambisi penguasa. Fungsi bisnis BUMN akhirnya lebih menonjol daripada fungsi pelayanannya. Ironisnya, fungsi bisnis pun merugi. Alih-alih memberi keuntungan bagi negara, BUMN justru menjadi masalah bagi negara.
Kesalahan mendasar dari berbagai kemelut ini adalah konsep kepemilikan dalam sistem ekonomi kapitalisme. Dalam sistem ini, kekayaan publik boleh dimiliki siapapun. Pemilik modal terbesarlah yang akan menjadi pemilik sesungguhnya. Sementara negara hanya menjadi regulator yang justru memberi kemudahan bagi para pemilik modal untuk menguasai aset-aset publik.
Lantas bagaimanakah pengelolaan BUMN dalam Islam?
Pengelolaan dan Pemanfaatan Harta Negara dalam Islam
Baca Juga:Istiqomah dalam BeribadahIde Kumpulan Nama Bayi Perempuan yang Lahir Bulan Juni untuk Buah Hati
Dalam Islam, kekayaan publik diklasifikasikan sebagai milkiyah amah (kepemilikan umum) dan milkiyah daulah (kepemilikan negara).
Kepemilikan umum meliputi sektor yang memenuhi hajat hidup publik dan sumber daya alam (SDA) yang tidak terbatas jumlahnya, seperti air, hutan, infrastruktur jalan, energi, tambang minerba, dan lain-lain. Kepemilikan tersebut tidak boleh dikelola kecuali oleh negara sendiri. Keterlibatan swasta hanya sebatas pekerja dengan akad ijarah atau kontrak.
Negara pun tidak boleh mengambil keuntungan dari kepemilikan tersebut. Semua hasilnya digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan pemenuhan kebutuhan rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.
Adapun kepemilikan negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslim, seperti harta fai’, kharaj, jizyah, ‘usyur, ghanimah, dan sebagainya. Pengelolaannya menjadi wewenang kepala negara (khalifah). Apakah khalifah akan mengkhususkannya kepada sebagian kaum Muslimin atau tidak tergantung kebijakannya.
Misalnya, dalam pengelolaan tanah dan perkebunan. Khalifah bisa saja menyerahkannya kepada rakyat atau dikelola oleh semacam BUMN yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat dan tidak berperan sebagai pebisnis ketika berhadapan dengan kemaslahatan publik.