Oleh : Putriyana
Aktivis Pemerhati Sosial
Cuaca Bandung kian tak menentu. Pagi dan siang hari panas benderang namun saat malam hujan besar mendera. Kita tahu, bahwa hujan adalah salah satu anugerah dari Allah Swt. karena merupakan berkah, tapi terkadang menjadi nestapa bagi beberapa daerah. Contohnya di daerah Desa Lengkong Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung dan sekitarnya kerap terjadi banjir apabila turun hujan akibat adanya pengurugan lahan yg dilakukan oleh pengusaha.
Dikutip dari laman balebandung.com, menurut anggota DPRD Kabupaten Bandung, Toni Permana, terjadinya banjir di wilayahnya akibat pembangunan dan pengurugan lahan yang dilakukan oleh PT. Podomoro dengan cara mengalih fungsikan lahan-lahan warga yang sebelumnya merupakan daerah resapan air menjadi area perumahan, mall dan apartemen sehingga daerah tersebut jumlahnya tidak banyak sehingga mengakibatkan luapan air ke perkampungan masyarakat  disekitaran proyek.
Alih fungsi lahan menjadi pemukiman seperti yang dilakukan PT. Podomoro tanpa memperhatikan dampak lingkungan ternyata menimbulkan dampak yang luas dan ternyata pengembangan itu belum mendapatkan izin sepenuhnya pemerintah Kabupaten Bandung tapi masih terus dilakukan. Sehingga yang menjadi korban adalah masyarakat di sekitarnya.
Baca Juga:Program Petani Milenial ,Minim Sukses, Menuai PolemikBUMN Terjerat Utang, Salah Kaprah Pengelolaan Harta Negara
Beginilah jika negara menganut ekonomi kapitalis. Sebuah sistem ekonomi yang bertujuan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya produksi sekecil-kecilnya. Sehingga tidak memperhatikan dampak lingkungan bagi masyarakat sekitarnya. Adapun ketika hujan datang lingkungan sekitar akan banjir, dan ketika kemarau akan krisis air. Para pengusaha korporasi seperti Podomoro lebih berfokus pada keuntungan yang akan mereka peroleh dibanding memprioritaskan keselamatan warga sekitar.
Sekarang dampak banjir tersebut bukan fokus penguasa tetapi perhatian mereka tertuju pada pembangunan infrastrukur tanpa memprioritaskan keselamatan rakyatnya. Rusaknya lingkungan tak menjadi fokus masalah yang harus segera dituntaskan. Fakta tersebut terus disuguhkan kepada rakyat tanpa ada solusi riil dari negara selain bertindak saat terjadi bencana bukan upaya antisipasi pra bencana. Mirisnya, upaya ini pun bisa dibilang bersifat parsial dan tidak optimal. Meminta masyarakat taat aturan, tidak menebang hutan, membuang sampah sembarangn, dilarang membangun di area rawan, dll. Sementara aturan ini tidak berlaku untuk korporat berkantong tebal.