Publik patut menduga, sedang ada “sapu bersih” bagi para pegawai yang dinilai memiliki girah Islam. Jika condong terhadap aturan agama, disinyalir ada aroma radikal di sana. Seolah pegawai KPK harus bersih dari pemahaman radikal. Apalagi kini pemerintah sedang gencar memerangi radikalisme, termasuk dalam ranah ASN, sementara definisi radikal pun kabur, hanya menggunakan tafsir dari pemerintah.
Lebih dari itu, sebagian masyarakat telah paham, justru ajaran agama tidak akan membawa seseorang berbuat kejahatan. Yang sesungguhnya memberi peluang terjadinya tindakan kejahatan korupsi, gratifikasi, dan pungli adalah sistem demokrasi kapitalisme sekuler. Yang mana oknum pejabat yang di belakangnya berdiri para cukong bisa melobi setiap kebijakan agar memuluskan berbagai kepentingan “tuannya”.
Ibarat penyakit, korupsi merupakan penyakit kronis yang tak kunjung sembuh. Penyakit ini dialami oleh pejabat daerah hingga pusat. Bahkan, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pernah mengatakan bahwa pelaku korupsi ada pada semua partai, apa pun suku bangsa maupun agamanya. Pelakunya pun relatif sama, berasal dari unsur swasta, kepala daerah, anggota dewan, atau pejabat pusat maupun daerah. Entah itu perkara suap pengadaan barang/jasa hingga suap perizinan serta sumber daya manusia. (liputan6.com, 18/11/2020)
Baca Juga:Pernah di Targetkan jadi Eco Wisata, Begini Kondisi TPA Panembong Setelah DialihkanDesa Kihiyang Zona Merah, Kadinkes: Warga yang Meninggal Akibat Terpapar Covid-19 di Desa Kihiyang Setiap Hari Hampir Terjadi
Hal ini mudah dipahami, sebab sistem demokrasi akan terus melahirkan para koruptor. Korupsi terjadi bukan hanya karena kebutuhan ekonomi, melainkan karena kerakusan ingin menguasai hak orang lain. Inilah yang menjadi konsekuensi penerapan sistem demokrasi sekuler. Aturan Allah dicampakkan, hingga tak ada rasa takut atas dosa dan siksa karena kejahatan yang dilakukan mengambil hak orang lain.
Jamak diketahui, hukuman korupsi tak menghasilkan efek jera. Koruptor datang dan pergi dari penjara dengan melenggang asalkan ada uang. Penjara yang disediakan pun beraneka ragam. Mulai dari jeruji besi beralaskan tikar, hingga fasilitas bintang lima; tergantung siapa yang masuk dan menempatinya. Seperti yang pernah ditayangkan di layar kaca, fasilitas penjara yang mewah disediakan untuk penjahat kelas atas.
Selain itu, aturan hukuman mati bagi koruptor juga belum dilaksanakan. Padahal, wacana ini sudah lama dilontarkan. Apakah hukuman mati hanya gertakan sambal saja agar oknum koruptor itu jera dan tidak melakukan korupsi lagi? Jika memang benar, dijamin tidak akan berhasil. Dipenjara saja mereka masih bisa leluasa foya-foya.