Berbeda dengan pendapatan tidak tetap. Pendapatan ini bersifat instrumental dan insidental. Bersifat instrumental, karena Islam menetapkan kepada kaum Muslim fardhu kifayah untuk memikul kewajiban pembiayaan, ketika dana tidak ada di Baitul Mal. Karena itu, ini menjadi instrumen untuk memecahkan masalah yang dihadapi negara, yang dibebankan hanya kepada umat Islam. Disebut insidental, karena tidak diambil secara tetap, bergantung kebutuhan yang dibenarkan oleh syara’ untuk mengambilnya.
Syara’ telah menetapkan sejumlah kewajiban dan pos, yang ada atau tidak adanya harta di Baitul Mal tetap harus berjalan. Jika di Baitul Mal ada harta, maka dibiayai oleh Baitul Mal. Jika tidak ada, maka kewajiban tersebut berpindah ke pundak kaum Muslim. Sebab, jika tidak, maka akan menyebabkan terjadinya dharar bagi seluruh kaum Muslim. Dalam rangka menghilangkan dharar di saat Baitul Mal tidak ada dana inilah, maka khilafah boleh menggunakan instrumen pajak. Namun, hanya bersifat insidental, sampai kewajiban dan pos tersebut bisa dibiayai, atau Baitul Mal mempunyai dana untuk mengcovernya.
Inilah pos-pos pendapatan dan belanja dalam Baitulmal. Pendanaannya tidak hanya bertumpu dari pajak dan utang sehingga akan meringankan beban rakyat dan negara tidak bergantung kepada negara lain. Ditambah dengan karakter penguasa yang amanah, akan mampu menetapkan kebijakan yang adil dan pro rakyat. Masyarakat akan hidup sejahtera dan tidak akan terzalimi. Sungguh, semua ini akan bisa terwujud jika sistem pemerintahan negeri ini berlandaskan syariat, yaitu khilafah.
Wallahu’alam bishshawab.