Oleh: Takhfa Rayhan
Kegiatan pertambangan adalah kegiatan yang lumrah terjadi di Indonesia, baik oleh perusahaan dalam negeri maupun mereka para investor-investor asing yang menanam modalnya di negeri ini. Harus diakui bahwa kegiatan pertambangan menjadi lahan yang sangat menjanjikan untuk meningkatkan pendapatan suatu perusahaan maupun pendapatan negara.
Namun yang menjadi persoalan adalah dampak buruk yang dihasilkan dari proses penambangan bagi lingkungan lokasi tambang.
Seperti di daerah Sangihe, pulau kecil di ujung Sulawesi yang kali ini menjadi rencana lokasi pertambangan. Walau dampak buruk yang dihasilkan nyatanya Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tetap memberi izin PT TMS untuk menambang sekitar 42 ribu hektar pulau Sangihe, Tentunya hal ini mendapat penolakan dari warga sekitar.
Baca Juga:Ingin Menikah? Ikuti Cara Mudah Mengurus Surat NA untuk PernikahanAngka Pandemi kian Meninggi, Butuh Solusi Sepenuh Hati
Penolakan warga tersebut bukan tanpa alasan, berdasarkan undang-undang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (WP3K), bahwa pulau kecil seperti Sangihe dengan luas wilayah hanya sekitar 737 km2, seharusnya tidak boleh adanya kegiatan pertambangan di wilayah tersebut.
Bukan hanya itu, dengan hampir setengah wilayah pulau sangihe yang dijadikan lokasi tambang, akan mengganggu kestabilan lingkungan serta berpotensi merusak habitat binatang-binatang asli Sangihe. Perlu diketahui di pulau Sangihe ada sembilan jenis burung endemik, atau yang hanya ada di pulau sangihe, dan beberapa sudah hampir punah. dengan adanya rencana pertambangan hanya akan mempercepat punahnya binatang-binatang tersebut.
Dalam surat perizinan yang dikeluarkan kementrian ESDM itu dijelaskan bahwa PT PMS di berikan izin untuk mengeruk kekayaan tambang pulau sangihe hingga tahun 2056. Tentu bukan waktu yang sebentar, di tambah dengan limbah-limbah sisa tambang yang berpotensi dapat mencemari tanah, mata air, dan juga laut dan dalam waktu lama berpotensi besar merusak ekosistem dan lingkungan.
Perencanaan pembuatan tambang pun dianggap tidak melibatkan masyarakat setempat sehingga mereka terpaksa pindah dari tempat tinggal mereka. Hal itu yang mengundang reaksi dari masyarakat sangihe untuk menyatakan penolakan. Sejak april 2021 masyarakat Sangihe sudah gencar melakukan aksi-aksi turun ke jalan menolak rencana pembuatan tambang PT TMS yang diizinkan oleh kementrian ESDM. Namun pemerintah tetap pada keputusanya untuk tetap memberi izin tambang PT TMS.