Agar rencana PTM berjalan lancar dan terhindar dari kasus penyebaran virus seperti pada uji coba beberapa waktu lalu, tentu diperlukan persiapan yang matang. Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menyiapkan berbagai infrastruktur dan protokol kesehatan di lingkungan sekolah sebelum dilangsungkan PTM. Ada beberapa hal yang menjadi kebutuhan PTM.
Pertama, para siswa dan pengajar tidak melepas masker walaupun dalam proses pembelajaran.
Kedua, menyediakan wastafel yang mencukupi hingga alat thermo gun.
Ketiga, menyiapkan ruang ganti untuk warga sekolah yang naik kendaraan umum untuk berganti pakaian.
Baca Juga:Keracunan Gas Berdampak Pada Warga, Bagaimanakah Solusinya?Penanganan Sampah yang Tak Kunjung Rampung
Keempat, memiliki ruang isolasi sementara untuk kondisi darurat, contohnya ada siswa yang suhunya di atas 37,3 derajat.
Kelima, orang tua harus diajak kerjasama dengan pihak sekolah untuk memastikan langsung pulang setelah jam sekolah berakhir. Serta melatih anak-anaknya menggunakan masker setidaknya selama 4 jam tanpa dilepas.
Keenam, pemerintah melakukan tes secara massif ke seluruh elemen masyarakat agar diketahui secara jelas status individu tersebut terinfeksi virus atau tidak. Apabila klasifikasi ini dijalankan, maka mudah bagi pemerintah untuk memetakan daerah yang dapat melaksanakan PTM dan mana yang masih harus PJJ.
Semua itu tentunya tak lepas dari peran pemerintah sebagai penjamin terselenggaranya pendidikan bagi masyarakat. Diperlukan koordinasi yang baik dari pemerintah pusat hingga daerah. Sama-sama bahu membahu mengerahkan upaya baik dari sisi pembiayaan maupun lainnya. Tidak boleh saling lempar tanggung-jawab karena akibatnya rakyat menjadi korban.
Maka sungguh wajar jika masyarakat masih meragukan kesungguhan pemerintah dalam mempersiapkan sekolah di tengah pandemi. Karena PJJ pun masih meninggalkan berbagai masalah yang belum jua dapat diselesaikan dengan tuntas.
Inilah kenyataan hidup dalam pengaturan kapitalisme. Kepemimpinan tidak maksimal dipandang sebagai amanah, yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Swt. Kekuasaan hanya dipandang sebagai ajang meraih kemanfaatan dunia sesuai arah pandang kapitalisme.
Berbeda dengan sistem Islam yang menempatkan kekuasaan sebagai amanah. Setiap kebijakan didasarkan atas kepengurusan sebagai amanah dari Allah dan Rasul-Nya. Ketika wabah melanda segala daya upaya mesti dikerahkan. Keselamatan didahulukan agar kegiatan lain bisa dilanjutkan. Dari pusat hingga daerah wajib memiliki pemikiran yang sama, bahwa rakyat adalah tanggung jawabnya. Tidak boleh ada pemikiran khawatir daerah yang dipimpinnya kondisinya lebih buruk dari daerah yang lainnya, akhirnya tidak transparan memberikan keterangan. Pemahaman atas takdir Allah selalu siap menerima kondisi apapun sesuai ketentuan Allah. Penyelesaian berdasarkan akidah menjadi indah terjalin karena ditanggung bersama, jauh dari kepentingan duniawi.