Oleh Siti Aisah, S.Pd
(Praktisi Pendidikan Kabupaten Subang)
Bagai langit dan bumi, peribahasa ini sangat cocok untuk kondisi peradilan di negeri ini. Perbedaan yang sangat jauh ditunjukkan oleh sistem peradilan negeri ini, dimana seperti setiap orang yang bersebrangan dengan para oligarki politik, maka mereka akan dipukul mundur hingga tak sanggup untuk muncul kembali. Miris ditengah kondisi rakyat yang haus akan keadilan. Para berbaju hitam itu mempertontonkan ketidakadilan yang mencolok mata.
Perlu diketahui, tuntutan terhadap Pinangki yang tersandung pasal berlapis-lapis itu yang pada awalnya dituntut oleh jaksa penuntut umum selama 10. Namun mendapatkan diskon besar-besaran hingga lebih dari 50% dari masa tahanan yang dituntut. Tak tanggung-tanggung diskon sebesar 6 tahun pun diberikan kepada mantan jaksa tersebut. Pasalnya, dakwaan berlapis itu adalah kasus pencucian uang, gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang yang sudah sepatutnya mendapatkan hukuman berlapis-lapis bukan diskon berlapis.
Menurut Dr (cand). UMAR SHOLAHUDIN, S.Sos., M. Sos (Dosen FISIP dan Penulis Buku ‘Hukum dan Keadilan Masyarakat’) yang membandingkan antara kasus Pinangki dengan Muhammad Rizieq bin Husein Shihab alias Habib Muhammad Rizieq (HRS) dengan kacamata hukumnya adalah bahwa adanya kontruksi hukum yang diawal sudah tidak lagi bernuansa pengadilan hukum tapi lebih kearah pengadilan politik, tuturnya dalam forum diskusi virtual.
Baca Juga:Camilan Khas Belanda yang Halal LezatIslamofobia Merenggut Nyawa Tak Berdosa
Pada Diskusi virtual yang disiarkan langsung melalui channel YouTube dan ruang zoommeeting ini Umar pun menilai bahwa kasus yang menimpa HRS tersebut hanya melanggar Prokes (Protokol Kesehatan) yang bukan sebuah kejahatan. Jadi sanksinya cukup dengan meminta maaf dan membayar denda sesuai undang-undang otonomi daerah tersebut. Karena jika pelanggaran terhadap Prokes tersebut termasuk sebuah kejahatan, maka mestinya akan ada ribuan atau bahkan jutaan orang yang melanggar Prokes. Dan mereka semua harus dibawa ke meja hijau atau meja pengadilan. Sementara itu, Kamis, 24 Juni 2021 HRS divonis 4 tahun penjara. Dalam penuturannya, Umar melihat adanya keganjilan para jaksa menuntut hukuman yang menimpa HRS, sehingga ia menilai tidak berlebihan ketika pihak HRS melayangkan hak banding kepada putusan pengadilan Jakarta tersebut. (Chanel YouTube PKAD, 25/06/2021)