oleh:
Ema Kusumawati,S.Pd,M.Sc ( Guru SMAN 1 Jetis Yogyakarta )
Drs.H.Priyono,M.Si ( Dosen Fakultas Geografi UMS dan Kolumnis radar Solo,Jawa Pos )
Bulan ini merupakan pergantian tahun ajaran baru, sehingga peserta didik lulusan SD dan SMP sibuk mencari sekolah lanjutan. Sebuah fenomena tahunan, yang membuat orang tua ikut pusing memikirkan nasib anaknya. Apalagi sistem zonasi yang berlaku tidak menjamin anaknya bisa diterima di sekolah yang diinginkan. Sistem zonasi didesain untuk membuat pemerataan sehingga tidak ada sekolah favorit atau tidak. Sistem ini bagus filosofinya tapi banyak masalah dalam implementasinya. Kembali kepada kejujuran yang jadi sandungannya. Orang tua banyak terlibat dalam proses dan eksekusi dan kadang melupakan esensi.
Pemberlakuan sistem zonasi pada PPDB yang dimulai sejak tahun 2017 dan disempurnakan pada tahun 2018 mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 tahun 2018. Sistem Zonasi bertujuan untuk pemerataan pendidikan yang berkualitas dan menghindari terjadinya “kasta” dalam pendidikan. Seleksi zonasi berdasarkan konsep geografi hanya mempertimbangkan azas tunggal atau jarak saja dan tidak mempertimbangkan faktor lain menimbulkan dilema tersendiri dalam dunia pendidikan. Faktor lain seperti kualitas guru dan sarana prasarana.
Baca Juga:Cara Membuat Teh Masala Ala IndiaPandemi, Gowes Dalam Perspektif Geografi
Walaupun sistem zonasi sudah mengalami perubahan di tahun ini, dengan mengakomodasi jalur prestasi dengan daya tampung menjadi 20% meningkat dari tahun lalu yang hanya 5%, namun di jalur ini ada ketentuan yang mensyaratkan calon peserta didik memiliki nilai gabungan 320. Nilai gabungan ini adalah jumlah rata-rata nilai hasil perhitungan rapor semester 1 sampai dengan semester 5 dengan bobot 40%, ditambah jumlah nilai ASPD(Asesmen Standar Pendidikan Daerah)dengan bobot 50%, ditambah nilai akreditasi sekolah dikalikan 4 diberikan bobot 10%. Karena masa pandemi covid-19, seluruh pendaftaran dilakukan secara online. Sebagaimana pembelajaran juga sudah terbiasa menggunakan daring, harapannya pelaksanaan PPDB secara online bukan menjadikan kendala bagi masyarakat. Namun kenyataannya proses PPDB secara online ini masih menjadikan kendala, terbukti di lapangan, masih banyak orangtua yang merasa menyesal karena tidak bisa melakukan pendaftaran dengan cara online.
Mengapa orang tua? Bukankah anaknya yang akan sekolah?