Lebih jauh dia menjelaskan, perawatan lansia mencakup upaya preventif, kuratif, dan rehabilitasi. Karena itu, penting bagi pendamping lansia untuk mengetahui kondisi penyakit lansia. Merawat melalui pendekatan yang mencakup fisik, mental, dan spiritual. Seorang pendamping atau pengasuh lansia perlu memiliki kepekaan dan merawat dengan hati. Memiliki kemampuan empati tanpa larut bersama.
Seperti kebutuhan manusia pada umumnya, terang Jatie, aspek biopsikososial lansia yang perlu didukung caregiver meliputi kebutuhan fisiologis, rasa aman dan nyaman, rasa cinta dan dicintai, merasa diperlukan dan berguna. Lansia juga tetap membutuhkan aktualisasi diri. Seorang caregiver harus memiliki kemampuan untuk peduli (caring), mendengar (listening), dan memahami (understanding).
“Ingat, lansia itu memiliki tipikal berbeda satu sama lain. Ada yang mengenangkan dan selalu berpikir konstruktif. Ada yang memiliki ketergantungan. Ada yang sulit menerima masukan atau selalu defensif,” ungkapnya.
Baca Juga:Menko Airlangga: 1,47 Juta Nakes akan Terima Vaksin Dosis KetigaBPJamsostek Borong 4 Penghargaan Human Capital on Resilience Excellence Award 2021
Sejalan dengan itu, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Wahidin mengaku pihaknya memberikan perhatian besar pada lansia. Apalagi, hasil Sensus Penduduk 2020 menunjukkan dari 48,27 juta jiwa penduduk Jawa Barat, ada 9 persen lansia. Artinya, nyaris satu dari 10 penduduk Jawa Barat adalah lansia.
“Angka tersebut di satu sisi menunjukkan hal positif dalam hal angka harapan hidup. Namun di sisi lain, perlu juga dipersiapkan program-program untuk lansia. Sebab, hal yang diperhatikan bukan hanya kesehatan. BKKBN mengembangkan program lansia tangguh yang di dalamnya meliputi dimensi spiritual, intelektual, fisik, emosional, sosial kemasyarakatan, profesional vokasional, dan lingkungan. Program tersebut bergulir dalam sebuah wadah Bina Keluarga Lansia (BKL),” terang Wahidin.(rls/sep)