JAKARTA-Pemerintah rencananya akan memberikan vaksin COVID-19 dosis ketiga sebagai booster untuk para tenaga kesehatan. Hal ini dipicu adanya kasus sejumlah tenaga kesehatan yang meninggal walaupun sudah divaksin 2 kali. Ada juga faktor lonjakan kasus COVID-19 varian Delta akhir akhir ini.
“Arahan Bapak Presiden (Jokowi), bahwa vaksinasi ketiga, booster untuk tenaga kesehatan ini juga akan segera diatur oleh Pak Menteri Kesehatan, oleh Kementerian Kesehatan,” ujar Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dalam jumpa pers virtual, Jumat (9/7).
Menanggapi hal tersebut, Epidemiolog UGM Bayu Satria Wiratama mengatakan bahwa sebetulnya pemberian vaksin COVID-19 dosis ketiga ini masih belum mendesak dan belum ada jaminan apakah pemberian booster bagi para nakes, dapat menjadikan mereka bebas paparan COVID-19 varian Delta.
Baca Juga:Seri Belajar Ringan Filsafat Pancasila ke 53Media Pembelajaran Berbentuk Animasi dan Video dengan Pendampingan KKN Tematik
Bayu menegaskan bahwa masih diperlukan riset lebih lanjut tentang apa yang menjadi penyebab kematian para nakes yang sudah divaksin tersebut.
“Bukti yang ada belum kuat bahwa dosis ketiga apakah ini diperlukan terutama untuk varian Delta. Yang lebih penting adalah mengetahui dulu apa penyebab pasti nakes yang menurut asumsi sudah banyak yang mendapatkan vaksinasi tapi masih terkena dan angka kematiannya masih tinggi. Apakah memang efektifitas vaksin yang rendah atau ada penyebab lain?,” jelas Bayu, seperti dikutip dari laman UGM, Sabtu (10/07).
Ia juga menambahkan bahwa bukti yang menyebut varian Delta menyebabkan kasus COVID-19 yang lebih parah masih terlalu sedikit. Menurutnya, masih awam untuk menyimpulkan bahwa varian ini lebih ganas.
Walau demikian, dirinya mengiyakan bahwa varian ini lebih menular karena buktinya memang sudah lebih kuat. “Lebih menular ini yang menyebabkan kenapa lebih banyak kasus yang berat ketika varian Delta muncul. Karena varian Delta menyebabkan lebih banyak orang sakit dan hal ini akan berbanding lurus dengan meningkatnya orang yang bergejala sedang-berat. Jadi, bukan karena variannya sendiri secara langsung,” paparnya.
Selain itu, banyaknya pasien COVID-19 yang butuh perawatan juga meningkat. Sementara, kapasitas rumah sakit tidak bisa bertambah dengan segera.
Akibat dari hal ini, banyak pasien tidak mendapat perawatan di rumah sakit rujukan. “Kondisi ini menyebabkan angka kematian meningkat,” katanya.