Di samping itu, negara sebagai pemangku kebijakan tak boleh memandang sepele permasalahan ini, karena tumpukan sampah apabila tidak ditangani dengan serius berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan warga sekitar. Penerapan sistem sekuler kapitalisme di negeri ini menjadikan materi sebagai tolak ukur kehidupan, sehingga hal-hal yang tidak menghasilkan materi cenderung dikesampingkan. Salah satunya adalah masalah penanganan sampah. Kekurangan dana dan petugas kebersihan sering kali dijadikan alasan oleh penguasa, sehingga permasalahan tersebut tak kunjung teratasi secara tuntas.
Persoalan rumit terkait penanganan sampah dapat terpecahkan apabila aturan Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Di dalam Islam kebersihan merupakan hal penting yang tak bisa diabaikan. Islam mendorong dan menumbuhkan kesadaran individu terhadap kebersihan hingga level asasi dan prinsipil yaitu keimanan, yang kelak akan berkonsekuensi surga atau neraka. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah saw.:
“Islam itu bersih, maka jadilah kalian orang–orang yang bersih. Sesungguhnya tidak masuk surga kecuali orang–orang yang bersih.” (HR. Baihaqi)
Baca Juga:Heboh Pasangan Pesohor Terlibat Narkoba, Islam Punya SolusinyaMampukah PPKM Darurat dan Vaksinasi Selesaikan Pandemi?
Pemahaman yang mendasar tentang kebersihan menumbuhkan kesadaran induividual untuk memilah sampah, dan pengelolaan sampah rumah tangga secara mandiri. Pegurangan sampah secara individu dapat dilakukan dengan mengonsumsi sesuatu secukupnya. Salah satu contohnya adalah mengambil makanan secukunya, jangan sampai berlebihan dan kekenyangan sehingga makanan tersisa di piring kita dan akhirnya terbuang.
Pada kondisi-kondisi tertentu, upaya individual menjadi sangat terbatas dalam pengelolaan sampah. Misalnya, pada rumah tangga yang tinggal di lingkungan padat, acapkali tidak memiliki pengelolaan sampah mandiri, sehingga hanya mampu mengurangi dan memilah sampah untuk dikumpulkan lalu dipindahkan ke tempat pembuangan berikutnya. Karena itulah upaya pengolahan sampah secara berkelomok sangat diperlukan.
Pengelolaan sampah secara berkelomok dilakukan dengan prinsip ta’awun, bekerja sama dalam kebaikan. Bahkan bisa jadi di antara masyarakat terdapat donatur yang bersedia membiayai atau mewakafkan tanahnya untuk mengelola sampah. Sedangkan masyarakat dapat dibebani kewajiban membakar, memilah, atau mengelola secara bergantian.
Sejarah Kekhilafahan Islam telah mencatat pengelolaan sampah sejak abad 9-10 M. Pada masa Bani Umayah, jalan-jalan di Kota Cordoba telah bersih dari sampah-sampah karena ada mekanisme menyingkirkan sampah di perkotaan yang idenya dibangun oleh Qusta ibn Luqa, ar-Razi, Ibn al-Jazzar dan al-Masihi. Tokoh-tokoh muslim ini telah mengubah konsep sistem pengelolaan sampah yang sebelumnya hanya diserahkan pada kesadaran masing-masing orang, karena di perkotaan padat penduduk telah berpotensi menciptakan kota yang kumuh (Lutfi Sarif Hidayat, 2011).