Maka jelaslah kebijakan yang dibuat jauh dari kepentingan rakyat. Inilah yang merusak kepercayaan rakyat pada penguasa. Sehingga apapun yang dikatakan penguasa, akan mental tak didengar.
Vaksinasi Massal Butuh Kebijakan Makro yang Bebas Kepentingan
Begitupun dengan program vaksinasi. Permasalahan terbesarnya bukan pada pengadaan dan distribusi vaksin itu sendiri. Tapi pada kesadaran masyarakat tentang vaksin. Banyak warga yang masih ragu untuk divaksinasi dengan alasan keamanan vaksin, efikasi dan kehalalan vaksin itu sendiri. Di tambah hoax yang berkelindan bersama derasnya arus informasi.
Padahal pemerintah sudah mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM berdasarkan uji klinik fase 3 baik dari Indonesia, Turki maupun Brazil. Begitupun terkait dengan kehalalan, MUI pada tanggal 11 Januari 2021 juga telah mengeluarkan vaksin Covid Sinovac halal dan suci. MUI sendiri yang datang ke Beijing melihat pabriknya dan bahan-bahan yang dipakai.
Baca Juga:TNI Bersiap! Ini Perintah Baru Jokowi dalam Penanganan Covid-19Klimaks Drama Subang Sejahtera
Seharusnya dengan dua hal diatas yaitu EUA dari BPOM dan Sertifikat Halal MUI, masyarakat sudah tidak usah ragu lagi. Namun, kepercayaan publik yang sudah terlanjur menurun pada pemerintah, membuat semua itu mental. Inilah fenomena publict distrust, saat kepercayaan public rusak pada para penguasanya, akibat ulah penguasanya sendiri.
Terkait efikasi dari vaksin itu sendiri, Ahli biologi molekuler Ahmad Rusdan Utomo menyampaikan bahwa vaksinasi dalam rantai pengendalian wabah merupakan tahap terakhir. Ibarat rumah bocor, maka kita harus menyediakan ember untuk menampungnya agar air tidak kemana-mana. Vaksinasi adalah embernya.
Tujuan vaksin yang utama adalah melindungi mereka yang rentan seperti komorbid (penyakit penyerta) dan juga lansia. Jika mereka yang rentan terpapar covid-19, maka besar kemungkinan akan bergelaja berat dan itu membutuhkan penanganan medis. Sedangkan Rumah Sakit, tenaga kesehatan dan fasilitas medis terbatas. Adanya vaksin meringankan gejala pasien.
Penumpukan pasien akan menyebabkan meningkatnya angka kematian. Lihatlah kini rumah sakit mulai kewalahan menerima pasien. Pasien Covid yang bergejala sesak nafas sekitar 20 persen dan itu terjadi dalam waktu bersamaan. Negara-negara besar yang memiliki fasilitas Kesehatan terbaik di dunia pun kolaps saat banyak pasien antri untuk di tangani sedangkan semua terbatas.