Di era peradaban jahat seperti sekarang, harapan rakyat untuk mendapat pemimpin yang amanah amat susah. Berulang-kali ganti pemimpin, berulang-kali pula menelan pil pahit kekecewaan. Namun, kehadiran pemimpin yang amanah bukanlah kemustahilan.
Dahulu kala ada begitu banyak pemimpin yang amanah dan amat mencintai rakyatnya. Sebut saja Khalifah Umar bin Khattab ra. Siapa yang tak mengenalnya. Ia adalah Amirul Mukminin yang fisiknya segarang singa namun hatinya selembut sutera.
Di masa kepemimpinannya, Daulah Islam pernah dilanda krisis yang dikenal dengan tahun kelabu. Khalifah Umarlah yang paling peka perasaannya terhadap musibah itu, hingga ia bersumpah untuk tidak makan daging dan mentega hingga rakyat sejahtera.
Baca Juga:Secercah Harapan Kaum Muda Dibalik Krisis Ke selatan Hati dengan MasjidHikmah Dibalik Idul Adha
Diriwayatkan dari Anas, “Perut Umar bin Khattab selalu keroncongan di tahun kelabu, sebab ia hanya makan dengan minyak. Ia mengharamkan mentega untuk dirinya. Ia memukul perut dengan jari-jarinya dan berkata, ‘berbunyilah karena kita tidak punya apapun selain minyak hingga rakyat sejahtera’.”
Khalifah Umar pun sering memasakkan makanan dengan tangannya sendiri untuk rakyatnya yang kelaparan. Abu Hurairah ra. mengisahkan,
“Saya pernah melihat dia pada tahun kelabu memanggul dua karung di atas punggungnya dan sewadah minyak berada di tangannya. Ia meronda bersama Aslam. Saat keduanya melihatku, Umar bertanya, “Dari mana engkau, wahai Abu Hurairah?” Saya menjawab, “Dari dekat sini”. Saya pun membantu dia memanggul. Kami memanggul hingga tiba di perkampungan Dhirar. Tiba-tiba ada sekelompok orang berasal dari dua puluh kepala keluarga datang. Umar bertanya, “Ada apa kalian datang?” Mereka menjawab, “Lapar.” Merekapun mengeluarkan daging bangkai yang mereka makan dan tumbukan tulang yang mereka telan. Saya (Abu Hurairah) melihat Umar meletakkan selendangnya. Ia kemudian memasak dan memberi mereka makan hingga kenyang.”
Sungguh, Umar bin Khattab adalah sosok pemimpin yang sangat peka perasaannya terhadap kondisi rakyat. Pemimpin seperti ini hanya bisa didapat di era peradaban taat. Mereka memimpin bukan karena menginginkan jabatan, tapi karena rakyatlah yang memilihnya. Kesadaran bahwa kepemimpinan adalah amanah yang akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah Swt. mendorong mereka melaksanakan amanah dengan sebaik-baiknya.