Oleh
1.Ir.H.Taryono,M.Si ( Dosen Fakultas Geografi UMS )
1.Dra.Suyatinah,M.Pd ( Guru Geografi SMAN 1 Banguntapan, Bantul,Yogyakarta  )
2.Drs.H.Priyono,M.Si ( Dosen dan Wakil Dekan I Fakultas Geografi UMSÂ dan Kolumnis Koran Radar Solo dan Pasundan Ekspres)
Bagi pekerja sektor informal seperti Pedagang Kaki Lima (PKL ) maka kebijakan Pemerintah dalam bentuk PPKM yang diperpanjang hingga tgl 25 juli 2021 sangat memberatkan dan berharap tak diperpanjang lagi karena kehilangan omzet sekitar 60 persen  dan banyak pedagang yang gulung tikar . Selain kehilangan penghasilan dan mata pencaharian , bisnis kuriner berfikir pada tahap pasrah. Selain itu sejumlah PKL trauma dengan penerapan tindak pidana ringan dengan membayar denda hingga jutaan rupiah ( Hasil wawancara Purwakarta Ekspres, 25 juli 2021 ). Kondisi ini juga berlaku pada warung sekitar Kampus UMS Surakarta dengan jumlah mahasiswa lebih dari 30.000 , karena mahasiswa kuliah online maka kampus sepi sehingga omset berkurang drastis lebih 60 persen. Hanya warung yang punya pelanggan besar yang berani buka, sekedar untuk bisa mempertahankan hidup dan memenuhi pelanggap tetapnya,  lainnya tidak berani beraksi. Beberapa warung padang masih berani buka karena punya pelanggan favorit yang setia mengunjungi.
Di bidang pariwisata dan sektor terkait juga terasa dampaknya misalnya perhotelan, transportasi, hiburan, kuliner. Sektor pariwisata yang selama ini digadang gadang sebagai kontribusi sumber devisa kedua bagi Indonesia, mengalami penurunan drastis . Sejumlah stimulus disiapkan Pemerintah untuk membangkitkan sektor pariwisata tetapi tak mampu membendung dampak negatif covid. Tidak adanya kunjungan wisatawan baik domestic maupun luar negeri menyebabkan banyak atraksi wisata budaya ditutup sehingga membuat penurunan pendapatan di sektor ini.
Baca Juga:Ajarkan Anak Membaca Al-Qur’an Sejak Usia DiniPandemi Belum Berakhir, PPKM Solusikah?
Penelitian mahasiswa yang terkait dengan para pengrajin seni gamelan, tidak luput dari dampak ekonomi akibat pandemi. Pengarajin di kecamatan Mojolaban kabupaten Sukoharjo, yang menjadi sentra industri gamelan. Sebelum pandemi, pengrajin mendapat order gamelan dari berbagai daerah dalam dan luar negeri seperti Bali, Malaysia, Jepang dan Belanda. Akan tetapi selama pandemi, omzet anjlog, bahkan dibuat pusing karena harga bahan baku melambung dan dibarengi nilai jual gamelan merosot. Mereka bertahan hidup dengan pesanan yang ada. Kasus lain yang individual bisa diikuti pada cerita berikut dengan jenis pekerjaan yang berbeda :