Beliau saw. banyak bermusyawarah dengan para sahabatnya. Beliau selalu bermusyawarah dengan para pemikir dan orang yang berpandangan luas, berakal, memiliki keutamaan, kekuatan, dan keimanan, serta yang telah teruji dalam penyebarluasan dakwah Islam. Rasulullah saw. juga mengelola perekonomian dengan mendistribusikan zakat kepada delapan golongan yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan tidak diberikan kepada selain golongan tersebut, serta tidak digunakan untuk mengatur urusan negara. Beliau membiayai pemenuhan kebutuhan masyarakat dari fai, kharaj, jizyah, dan ganimah.
Pada saat ada wabah, beliau saw. pun bersabda, “Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar darinya.” (HR Muslim). Inilah yang dikenal dengan istilah karantina atau lockdown. Solusi sahih menangani wabah.
Sepeninggal Rasul saw, Abu Bakar ra. menggantikan beliau menjalankan roda pemerintahan. Dan seterusnya, pemerintahan ini dilanjutkan oleh Umar bin Khaththab ra., Utsman bin Affan ra., dan Ali bin Abi Thalib ra. Estafet kepemimpinan Islam dilanjutkan oleh para khalifah sesudahnya. Yang mereka semua ini sangat memahami sabda Rasulullah saw. bahwa, “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Baca Juga:Mau Jago Berbicara Di Depan Umum? Begini Caranya…Waspadai Cuaca Ekstrem, Ini Saran Hengky Untuk Warga di Masa Pandemi
Jelas sekali bahwa dalam sistem Islam, jabatan bukanlah sarana memperkaya diri, apalagi mencari kehormatan dan reputasi fatamorgana. Kepemimpinan adalah tanggung jawab yang besar. Terlebih di tengah pandemi, tanggung jawab itu memerlukan strategi berlapis dalam menetapkan kebijakan. Tidak bisa sembarangan tanpa perhitungan.
Rasulullah saw. sangat mencintai umatnya. Beliau mewanti-wanti agar setiap pemegang amanah kepemimpinan untuk mengurusi umat beliau dengan sebaik-baiknya. Karenanya, beliau pernah berdoa, “Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia; dan siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia.” (HR Muslim dan Ahmad).
Melihat semua fenomena yang terjadi, hendaknya sistem sekuler yang rusak ini segera dicampakkan. Sistem rusak pasti melahirkan para pemimpin cacat pola pikir, serakah, minim empati, dan segala sifat buruk makhluk. Maka hanya sistem Islam-lah satu-satunya sistem sahih yang melahirkan pemimpin amanah, menyayangi rakyatnya dan menjadikan rakyat sebagai prioritas untuk mencapai rida Allah di dunia dan di akhirat kelak.