Oleh: Wity
Dua momen istimewa kembali bersama. Hijrah dan kemerdekaan hanya berselang sepekan saja. Tepat kiranya bila momen ini digunakan untuk bermuhasabah. Mengintrospeksi perjalanan bangsa setelah 76 tahun merdeka. Sudahkah sesuai harapan atau justu semakin jauh dari yang diangankan?
Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan harapannya bagi bangsa Indonesia saat momen Hari Lahir Pancasila pada 2018 silam. Yakni menjadikan Indonesia sebagai negara maju, negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. (setkab.go.id, 1/6/2018)
Sebagai negeri yang gemah ripah loh jinawi, harapan itu harusnya tidak terlalu sulit untuk diwujudkan. Sebagi contoh, Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia (marine mega-biodiversity) dengan 8.500 spesies ikan, 555 spesies rumput laut, dan 950 spesies biota terumbu karang.
Baca Juga:Cara Membaca Brand Terkenal, Chanel, LV dan Hermes agar Tidak Salah LagiCerita Rahma, Bertugas Membawa Baki Bendera di Upacara HUT RI ke 76 Kabupaten Subang
Food and Agricultural Organization (FAO) mengungkapkan, potensi lestari sumber daya perikanan tangkap laut Indonesia mencapai sekitar di dunia 6,5 juta ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan mencapai 5,71 ton per tahun. FAO pun mengungkapkan, produksi ikan tangkap Indonesia menempati urutan ketiga di dunia setelah Cina dan Peru. Sedangkan produksi ikan budidaya Indonesia menempati urutan keempat setelah Cina, India, dan Vietnam. (kompas.com, 29/05/2020)
Itu baru dari lautan. Indonesia juga memiliki hutan yang luas, sumber daya mineral dan energy yang tak kalah melimpah. Tapi, mengapa kehidupan rakyat masih sangat memprihatinkan. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan terdapat 27,54 penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan hingga kuartal I 2021. Acuan yang menjadi tolak ukur penduduk miskin ialah masyarakat yang hidup dengan batas pendapatan Rp 472.525 per kapita per bulan. (liputan6.com, 15/7/2021)
Kemerdekaan Semu
Meski sudah 67 tahun merdeka, nyatanya kehidupan rakyat tak semakin membaik. Rakyat masih menjadi korban dari kebijakan yang tak berperasaan. Terlebih di masa pandemi, kezaliman terhadap rakyat semakin menjadi-jadi. Urusan rakyat dikorbankan demi kepentingan korporasi. Nyawa rakyat tak lebih utama dari urusan ekonomi. Meski demikian, kondisi ekonomi pun masih kelimpungan, bahkan semakin tenggelam dalam kubangan utang. Kemana perginya hasil kekayaan yang melimpah ruah itu?
Dalam aspek hukum, berbagai tindak kriminal semakin merajalela. Sementara keadilan menjadi barang langka yang sulit didapatkan.