Obrolan itu mengalir, berganti tema, seperti tempo simphoni orchestra. Kadang tema obrolannya panjang, kadang pendek dan bergegas, seperti riak ombak kecil yang silih berganti topik tanpa dikomando. Semua terlibat obrolan atau cuma sekedar mendengarkan. Saya sendiri lebih banyak mendengarkan. Sesekali menimpali, sebagai tanda terlibat dalam obrolan yang “gayeng”. Sambil menunggu hidangan makan sederhana yang dimasak dua orang ibu dibantu dua orang bapak. Mereka memasak di sebuah meja yang ada depan rumah salah seorang ibu yang memasak. Meja yang juga sekaligus menjadi lapak warungnya. Diriwuki wara-wirinya enam orang anak berumur lima sampai delapan tahun, di depan emaknya yang sedang masak.
Sekitar pukul 23.53 masakan telah matang. Hidangan makanan sederhana; sayur asem di panci ukuran tiga liter yang masih mengepulkan asap, tumis jengkol di mangkok plastik, semangkok ikan Teri serta lalapan terong bulat dan timun. Tak lupa sambal semangkok, menjadi teman dari nasi yang diambil langsung dari rice cooker dan termos es yang menjadi tempat nasi. Mantan RT 03 membawakan sepiring ikan Paray yang “dijala” di Muara Gembong Bekasi, bersama semangkuk kecap campur irisan cabe. Makanan dihidangkan di atas spanduk tempat kami lesehan. Bukan piring, namun kertas pembungkus nasi yang menjadi alas makan.
Sebelum makan Pak RW 03 mengajak warga yang ada, untuk berdoa. Salah satu doa yang dipanjatkan adalah “Semoga bangsa Indonesia cepat pulih dari Covid-19 di hari kemerdekaan Indonesia ke 76 ini,” begitu kata Pak Sulaeman ketua RW 03 ini.
Acara malam itu memang sengaja dilakukan sejumlah warga di Gang Makam dalam rangka syukuran Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 76. Syukuran ini dilaksanakan secara sederhana dengan dana urunan dan tanpa perayaan lomba-lomba seperti sebelum pandemic Covid-19. Acara makan bersama pada tengah malam di malam 17-an, muncul dari ide dan disepakati bersama. Disampaikan dengan cara sederhana ketika warga ketemu di gang. Penyampaian gagasan sebagai cara musyawarah yang sederhana tanpa bertele-tele seperti para politisi untuk mencapai mufakat. Mungkin karena isunya bukan isu politik yang bisa jadi ketika membahasnya diperlukan kerumitan.