Tujuan pengubahan tersebut adalah untuk memberikan kesempatan waktu yang lebih lama khususnya kepada para peneliti, inventor yang biasanya memerlukan publikasi ilmiah terhadap hasil penelitiannya tetapi mereka juga memerlukan pelindungan patennya.
- Pemindahan Pasal 9 huruf c yaitu teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika ke dalam Pasal 4 huruf c.
Dede menjelaskan bahwa sebetulnya ketentuan ini ada di Pasal 9 huruf c yang terkait dengan invensi yang tidak dapat diberi paten.
“Jadi ini adalah pemindahan Pasal saja dari 9 (sembilan) dimasukkan ke dalam Pasal 4 huruf c,” katanya.
Baca Juga:Keren, This Is Indonesia Trending Youtube di 6 NegaraPWI Diharapkan Bisa Ikuti Kemajuan Zaman
- Penambahan Pasal 19 ayat (1) terkait memberi izin melaksanakan paten yang dimilikinya kepada pihak lain.
Dede mengungkapkan bahwa ini adalah penambahan Pasal 19 ayat (1) yang sesuai dengan UU Cipta Kerja. Di mana pelaksanaan paten itu tidak hanya semata-mata memproduksi, tetapi juga memberikan izin untuk melaksanakan paten tersebut kepada pihak lain.
“Karena kalau kita lihat di Pasal 28 ayat (2) TRIPS ada dinyatakan bahwa selain hak eksklusif maka disebutkan juga hak untuk mengalihkan paten dan lisensi. Yang mana Pasal 28 ayat (2) TRIPS tersebut sebelumnya tidak muncul di Pasal 19 ayat (1) UU Paten saat ini,” ungkapnya.
- pemerintah mengusulkan adanya Pasal baru yaitu Pasal 20A.
Pasal 20A ini berbunyi: Pemegang Paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 wajib membuat pernyataan pelaksanaan Paten di Indonesia dan memberitahukannya kepada Menteri setiap akhir tahun setelah diberi Paten.
“Jadi yang bersangkutan tidak perlu melaksanakan atau membuat patennya di Indonesia, tetapi pemegang paten wajib membuat pernyataan pelaksanaan Paten di Indonesia,” ujar Dede menjelaskan.
- Perubahan Pasal 26 yang terkait penetapan sumber daya genetik (SDG).
Dede menyebutkan Pasal 26 yang berbunyi jika terdapat invensi yang berkaitan dengan SDG, harus disebutkan dengan jelas dan benar asal SDG tersebut di dalam deskripsi serta informasi tersebut harus mendapat pengesahan dari lembaga resmi yang diakui oleh pemerintah.
“Nah itu kita ubah, walaupun disebutkan dan diungkapkan dalam deskripsi dan formulir permohonan paten, hal ini akan dicatat dan diumumkan secara elektronik,” ungkapnya.
Artinya kalau di dalam formulir permohonan paten itu menyebutkan sumber daya genetik, maka DJKI akan mencatat dan mengumumkannya secara elektronik.