Di antara ribuan mujahid itu ada Abu Wildan yang hari ini sudah menetap di Subang. Ia datang bersama ratusan mujahid lainnya dari berbagai negara Asia. Abu Wildan tiba di Peshawar, Pakistan pada musim dingin tahun 1986. Di pusat pembelajaran para generasi muda calon pejuang dan mereka yang ingin berjuang di medan tempur Afghanistan.
“Semacam pusat belajar. Di situ banyak anak-anak mujahid yang lagi berperang di Afghanistan. Bapaknya perang, anaknya belajar. Kalau sudah besar, mereka yang akan menggantikan bapaknya berperang,” kata Abu Wildan kepada CLUE.
“Apa yang dipelajari di sana?” kata saya.
“Ya belajar ilmu agama. Juga ada wajib militer. Karena dipersiapkan untuk maju ke front peperangan di Afghanistan,” katanya.
“Teknik militer apa yang dipelajari?”
Baca Juga:Tiada Junnah Islam Berulang Dinista, Sampai Kapan?Menjadi Pribadi yang Kuat dan Tangguh Dalam Meraih Kesuksesan dengan Menumbuhkan Motivasi Dalam Diri
“Semua kan harus bisa. Menggunakan senjata. Membangun (jembatan), menghancurkan. Kebanyak menghancurkan. Infantri dan lainnya”.
“Berapa lama latihan untuk bisa ditugaskan di front?”
“Itu tidak pasti. Kan dipilih. Saya ini disebut oleh komandan perang, bukan untuk Syahid di Afghanistan. Katanya begitu, ya sudah, bagaimana lagi. Paling saya yang mengantar mujahid ke sana (front),” kata Abu Wildan.
Menurut Abu Wildan, saat itu belum terdengar nama Taliban. Menurutnya kata Taliban ya sebutan-sebutan biasa saja. Tidak menyeramkan. Itu sebutan untuk anak-anak yang belajar. Dalam bahasa Arab.
“Anak-anak mujahid yang belajar inilah kemudian setelah besar yang masuk ke Taliban,” katanya.
Abu Wildan kemudian pulang ke Indonesia setelah 6 tahun berada di perbatasan Afghanistan. Tidak lama kemudian Taliban berkuasa. Hanya sekitar 5 tahun. Lalu di tahun 2001 diserang oleh Amerika. Kekuatan besar yang dulu pernah membantu Afghanistan melawan Uni Soviet.
Kini Abu Wildan mengaku gembira Taliban bisa menguasai Afghanistan. Taliban ya bagian dari bangsa Afghanistan itu sendiri. Ia berharap Taliban bisa memimpin Afghanistan lebih baik. “Dulu memang setelah menang wawasan memenej negara kelihatannya masih kurang. Sekarang kan sudah pintar-pintar. Saya yakin Taliban bisa memimpin Afghanistan lebih baik,” katanya.
Sementara menurut Ulil Absar Abdalla, Taliban bukan pula kelompok ekstremis. Mereka bagian dari rakyat Afghanistan yang tidak ingin Afghanistan dikuasai negara lain.