“Dalam Permenkes, setelah 10 hari isoman maka dinyatakan sembuh. Data harus dihapus. Di sistem Pikobar masih harus menunggu laporan terbaru sehingga ada selisih. Di kami, yang aktif isolasi dan dirawat misalnya tinggal 217 orang. Di data Pikobar masih terdata 995 orang,” paparnya.
Menyikapi hal itu, Maxi menyadari masing-masing ada kelemahan. Pihaknya akan melakukan sinkronisasi data dengan BPBD dan Dinas Kominfo. “Kami akan evaluasi dan sinkronisasi data,” sambung Maxi.
Sementara Ketua Komisi IV DPRD Subang Sumarna meminta agar Dinkes Subang membereskan administrasi data. Kesalahan input data dari daerah jangan sampai terulang. Ia menilai, penanganan Covid-19 sudah cukup baik, hanya input data yang terlambat mengakibatkan Subang naik ke level 3.
Baca Juga:Universitas Subang Sukses Gelar KKNM-MBKMMeningkat!! 165 Kasus, 2 Meninggal Karena DBD di Subang
“Ya ini sudah terlanjur di level 3. Kesalahan ada pada pengelolaan dan input data dari kita. Tapi penanganan kasus sudah baik. Hanya perlu benar-banar dimonitor data dari dari klinik swasta. Itu yang seringkali tidak terdata,” ujar Sumarna.
Banyak konsekuensi dari setiap perubahan level bagi daerah dalam penanganan Covid-19. Bagi Dinkes dan Komisi IV DPRD saat Subang berhasil di level 2 merupakan prestasi yang besar. Sebab, Subang dilalui dua jalur nasional. Jalur tol Cipali dan Pantura.
Menurut dr. Maxi, tidak mudah bagi Subang mendapat level 2. Sebab Subang dilalui jalur perlintasan nasional. Saat pergerakan orang di atas jam 8 malam dimonitor dari satelit.
“Jika masih terang benderang akan mempengaruhi indeks level penanganan Covid-19. Kita juga daerah industri. Maka kami kerja keras. Setiap level kebijakannya berbeda. Objek wisata yang baru dibuka, masa harus tutup kembali. Sekolah juga baru dibuka. Ini kaitannya dengan banyak orang,” ujar Maxi.(red)
Kasus Covid-19 Tanggal 23-29 Agustus
23 Agus–8 orang
24 Agus–16 orang
25 Agus–27 orang
26 Agus–24 orang
27 Agus–27 orang
28 Agus–5 orang
29 Agus–13 orang