Isu kesenjangan dan ketidakadilan sosial, yang selalu membuat gerah orang-orang seperti Sri Edi Swasono atau Kwiek Kian Gie atau lainnya yang memiliki kepekaan keadilan sosial. Sampai-sampai Sri Edi meradang dan membusai dalam bukunya:
“Untuk membentuk suatu sistem berkeadilan sosial dan terwujudnya keadilan sosial, diperlukan kesadaran konstitusional yang tinggi yang dapat melahirkan bureaucratic political commitment, political will, political courage dan capacity to implement”.
Istilah yang bagi orang-orang seperti Mang Datim tak akan paham. Pembaca bisa tanya langsung sama ahli kebijakan publik atau cari di mesin pencari. Bisa jadi pemikiran Sri Edi Swasono terinspirasi oleh ayah mertuanya Mohammad Hatta, pemikiran ekonomi kerakyatan dan kedaulatan rakyat untuk mewujudkan keadilan sosial. Yang pasti, Sri Edi Swasono, professor penganut paham ekonomi strukturalis ini, menginginkan tak terjadi ketimpangan ekonomi struktural yang dialami rakyat. Ketimpangan akibat kebijakan yang tak pro rakyat.
Baca Juga:Akhirnya Yosef Buka Suara, Curigai Mr X yang Punya Akses Masuk ke RumahBerikut Daftar Pejabat di Subang yang Ditangkap Akibat Korupsi
Bagi Sri Edi, kebijakan ekonomi tak melulu bertumpu pada meningkatnya pendapatan negara. Atau tak berpijak kepada bertumpuknya modal pada sekelompok golongan. Lebih dari itu, pembangunan harus berpangkal kepada pandangan humanistic. Pembangunan bagi Sri Edi harus mengacu kepada peningkatan modal sosial-kultural masyarakat. Negara harus mampu memberdayakan dan meningkatkan nilai tambah modal sosio kultural masyarakat.
Pemikiran Sri Edi tampaknya tak terlalu laku. Percis seperti tak lakunya jualan “es doger” dimusim hujan. Tak lakunya, lebih karena adanya pikiran yang corrupted. Corupted tidak hanya pada definisi soal indikator keberhasilan pembangunan. Namun juga corrupted dalam pengelolaan kebijakan dan anggaran. Definisi yang didesakkan kepada khalayak untuk menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang tak sebenarnya. Termasuk terwujudnya keadilan sosial yang masih jauh dari panggang ke api.
Keadilan sosial adalah salah satu tujuan dari Pancasila. Padahal ada orang luar negeri yang terkagum-kagum kepada Ideologi Pancasila karena mampu menyatukan perbedaan, namun terheran-heran kenapa Pancasila yang begitu hebat belum mampu menyejahterakan rakyatnya?
“Keadilan sosial ialah suatu masyarakat atau sifat suatu masyarakat adil dan makmur, berbahagia buat semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada penindasan, tidak ada penghisapan”. Cita-cita Seokarno ini mungkin masih harus menempuh jalan panjang. (*)