“Mengapa kita sampai punya hutang input data?” saya mengejarnya.
“Pak, tim medis kita terbatas. Menangani tracing, pengobatan, jemput pasien. Saat terjadi lonjakan kasus banyak juga yang sakit, harus isolasi mandiri. Ada juga tim medis yang meninggal. Wajar ada yang tertunda,” katanya.
Saya terdiam mendengar itu. Ini sudah kemanusiaan. Antara hidup dan mati. Apalagi saya dengar, sejak tahun lalu insentif tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 juga belum dibayar negara hingga sekarang.
Tapi saya pun terpikir: sepertinya urusan data biar dikerjakan oleh petugas non medis saja. Bahkan bisa tenaga lepas seperti mahasiswa. Biarkan perawat dan doker kita, fokus dalam penanganan. Fokus melawan wabah yang berkepanjangan ini.
Baca Juga:Dr Aqua Ingatkan Istri Prajurit Pomad Tak Ada “Bumbu Instan” untuk Antar Keberhasilan SuamiInalillahi, Gitaris Band Burgerkill Eben Meninggal Dunia
Lalu saya ingin menggali lebih dalam bagaimana sebenarnya tim surveillance Dinkes Subang. Sebab tim inilah yang mengurusi data. Termasuk tracing dan penanganan wabah. Mereka dilatih untuk menangani berbagai penyakit menular. Sebelum ada wabah Covid-19 pun, mereka sudah dilatih input data berkala.
“Dulu namanya sistem W1 dan W2. W1 itu untuk dalam keadaan darurat seperti wabah. Dari dulu tim surveillance ini dilatih pak. Bukan hal baru input data setiap hari. Memang kita juga harus introspeksi diri. Bisa jadi ini karena sering bongkar pasang tim di Dinkes. Apa mungkin sekarang tim surveillance kurang sigap atau bagaimana, saya tidak tahu juga,” kata seorang dokter PNS kepada CLUE.
Lalu saya pun buka berbagai situs berita. Kejadian serupa pernah terjadi di Depok, Cianjur juga Bekasi. Beda data dengan Pikobar. Akibatnya juga menerima kenyataan naik level. Padahal inti masalahnya di sistem NAR. Karena ini sistem milik Kemenkes, akhirnya daerah hanya bisa diam. Takut disebut melawan pusat.
Juga sudah makin banyak orang yang mulai tidak peduli perlombaan level itu. Yang penting bisa jualan, bisa makan, bisa kerja. Bisa tertawa. Kalau pun bisa bikin mural kritikan, sebaiknya tahan dulu keinginan itu. Anda sudah tahu akibatnya.
Subang sudah menerima level 3, ya hanya bisa menerima kenyataan itu. Hanya mentok berurusan dengan Pikobar. Berani berurusan dengan Pusat? Tidak hanya dengen Kemenkes, artinya harus siap berurusan dengen menteri segala urusan: Luhut Binsar Pandjaitan. Tapi kabarnya, pengelola NAR Kemenkes akan ‘turun’ ke Subang.