Oleh: Elin Marlina, A.Md.
Saat ini status kewaspadaan penyebaran Covid-19 di Kabupaten Bandung berubah dari level 4 ke level 3. Dengan penurunan tersebut, maka ada sejumlah pelonggaran kebijakan dan aturan pembatasan mobilitas masyarakat. Diantaranya resepsi pernikahan, kegiatan olah raga, pusat perbelanjaan dan pembelajaran tatap muka (PTM). (pikiranrakyat.com)
Pelaksanaan PTM satu sisi disambut gembira baik oleh pihak sekolah, siswa-siswi maupun para orang tuanya. Mereka mendukung pemerintah untuk segera memberlakukan PTM dengan alasan mereka sudah bosan belajar daring. Satu sisi tidak sedikit yang masih khawatir mengingat vaksinasi bagi Kabupaten Bandung capaiannya masih rendah, terutama bagi anak usia sekolah.
Sekolah tatap muka memang sangat diperlukan terutama di daerah-daerah. Hal ini dikarenakan pola pembelajaran jarak jauh (PJJ) dirasa kurang efektif, sebab minimnya sarana dan prasarana pendukung seperti siswa tidak memiliki gadget dan tidak meratanya akses internet. Keterbatasan biaya tidak sedikit yang akhirnya memutuskan tidak melanjutkan sekolah dan terpaksa harus membantu orang tua bekerja.
Baca Juga:Anjloknya Harga Cabai, Butuh Solusi PastiDalam Islam : Pendidikan dan Pekerjaan di Fasilitasi oleh Negara
PTM sendiri telah dibuka mulai pekan ini di sejumlah daerah. Salah satunya, DKI Jakarta dengan 610 satuan pendidikan, mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA/SMK, hingga MA. Sedangkan untuk Kabupaten Bandung sendiri direncanakan menggelar PTM dalam beberapa hari mendatang yaitu tanggal 8 September.
Dilema PTM bukan hanya dialami oleh sebagian masyarakat Kabupaten Bandung, Kepala sekolah SMP Katolik Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, Slamet Simarmata mengaku bingung jika harus menggelar sekolah tatap muka karena capaian vaksinasi anak serta guru di daerahnya masih rendah walaupun daerahnya terkategori PPKM level 3.
Hal senada disampaikan oleh Kepala Sekolah SMPN 4 Bandung, Sringatun yang menyinggung soal PTM untuk siswa kelas 1 SMP yang usianya masih di bawah 12 tahun. Sedangkan vaksinasi Covid-19 baru diperuntukkan pada anak usia 12-17 tahun.
Kondisi sekarang ini memang membuat dilema, maka sudah seharusnya penguasa mempertimbangkan dengan matang atas keputusannya. Jangan menjadikan suasana ramai dengan wacana dan ujung-ujungnya dibatalkan, sebagaimana yang terjadi sebelumnya. Kebijakan yang maju mundur ini pun membuat pendidikan bak ajang uji coba kebijakan. Perubahan kebijakan pendidikan begitu kerap terjadi.