Oleh: Eka Purwaningsih, S. Pd
Lingkaran Setan. Karena Miskin Jadi tidak bisa mengakses pendidikan hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Pendidikan rendah, lulusan SD dan SMP jadi sulit untuk memperoleh pekerjaan di Perusahaan (Pasundan Ekspres, 20/08/2021). Buka Usaha mandiri berat, karna harus bersaing dengan para Kapital yang mempunyai Modal besar. Kerja serabutan jadi hidup dalam kemiskinan.
Didalam sistem Kapitalisme seperti saat ini, rakyat ibarat di lepaskan ke hutan dan di biarkan bersaing dalam hukum rimba. Padahal pendidikan Adalah Hak semua Masyarakat. Sebagaimana yang telah di Amanatkan oleh UUD 1945 “…Mencerdaskan kehidupan Bangsa..”
Itulah Dua wajah Sistem Kapitalisme yang meresahkan. Di satu sisi menjanjikan pemenuhan akan pendidikan yang layak, mencerdaskan masyarakat tapi di sisi yang lain minim realisasi. Akses dan fasilitas tidak merata, carut marut kurikulum, dan lain-lain. Walaupun saat ini sistem pendidikan sudah mulai mengarah ke pendidikan karakter,menanamkan Akhlak, namun tidak dapat dipungkiri bahwa standar keberhasilan siswa masih mengacu pada nilai-nilai dan angka-angka semata. Keadaan Pandemi dengan sistem pembelajaran online semakin memperparah kondisi proses pendidikan yang hanya sekedar mengajar dan menyampaikan materi (transfer ilmu) bukan mendidik sehingga gagal memanusiakan-manusia. Maka tak heran jika output pendidikan menjadi orang-orang yang materialistis, individualis, sekuler, korup, dan lain-lain.
Baca Juga:Desa Cicadas Bangun Gedung LPM Pakai Anggaran ProvinsiZiarah ke Makam, Kaka Tuti Kesurupan Teriak-teriak Sebut Yosef Bunuh Amel
Di dalam sistem Kapitalisme seperti saat ini, Pendidikan menjadi sebuah komoditi. Jika ingin mendapatkan pendidikan berkualitas, sekolah dengan fasilitas yang memadai maka harus mengeluarkan biaya yang tak sedikit. Pendidikan menjadi barang yang sangat mahal bagi masyarakat, ini dibuktikan dengan adanya UU BHP yang kini telah berubah menjadi UUPT. Walaupun ada beasiswa namun hanya sepersekian persennya saja dan untuk mendapatkannya itupun harus melalui tahapan seleksi dan persyaratan yang rumit.
Akibat dari cara pikir materialistis seperti ini, maka arah pendidikan yang semula untuk mencerdaskan masyarakat berubah fungsi menjadi syarat untuk bekerja. Dengan tidak meratanya akses, fasilitas pendidikan tadi maka secara otomatis akan menghalangi kesempatan banyak orang untuk mendapatkan pekerjaan jika menggunakan asumsi ijazah sekolah adalah syarat untuk bekerja.