Tradisi keilmuwan yang lain adalah rendahnya minat sekolah lanjut seperti S2 atau S3 sekalian. Banyak program sekolah jenjang ini ditawarkan namun banyak pula yang tidak tertarik. Banyak diantara mereka beranggapan bahwa untuk studi lanjut tidak begitu penting bahkan merasa tidak perlu ketika tidak ingin menjadi kepala sekolah. Banyak beasiswa diluncurkan namun sedikit yang tertarik mengikutinya. Kalaupun mengikuti studi lanjut tidak sedikit yang sekedar formalitas saja seperti lagu cinta, proses tidak begitu diikuti dengan baik yang penting hasilnya saja, atau ijasahnya saja.
Forum ilmiah juga menjadi salah satu penyebab, mengingat forum ilmiah guru banyak yang “kurang” ilmiah karena banyak yang sekedar berkumpul untuk menyusun perangkat pembelajaran seperti silabus dan RPP, menyusun soal ulangan bersama, serta berencana tour bersama saja. Kajian ilmiah yang berorientasi peningkatan penguasaan materi walau ada MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), tenyata dirasa masih sangat minim kadar ilmiahnya.
Kondisi di lapangan seperti itu menjadikan ketika ada tes untuk menjadi ASN atau P3K bagi Guru yang sudah lama mengabdi namun justru tidak lulus tes yang menyangkut materi tersebut. Selain itu juga bisa diperkuat dengan bentuk soalnya yang High Order Thinking Skills (HOTS), kadar soal yang menuntut kemampuan berfikir kelas tinggi, di luar kebiasaan soal yang mereka buat. Bisa jadi yang membuat adalah dosen atau kalangan yang selisih jenjang akademisnya berbeda tinggi dengan yang mengerjakannnya. Banyak yang merasa terjebak pada tingkat kesulitan soal saja sehingga tidak bisa bergerak untuk segera menyelesaikan soal berikutnya.
Baca Juga:Demokrat: Gunakan Yusril, Gerombolan Moeldoko Cari Pembenaran ke Mahkamah AgungSeri Belajar Ringan Filsafat Pancasila ke 64
Memang dalam dunia pendidikan ada dua tuntutan yang sering berbeda prinsip:
Prinsip pertama adalah kualitas. Untuk prinsip pertama ini,bentuk soal yang sulit dengan daya beda yang bagus sangat perlu untuk mengukur tingkat kemampuan seorang calon guru yang akan menentukan masa depan bangsa. Jangan sampai guru berasal dari kalangan yang kemampuan akademisnya terbatas, sehingga sangat berpengaruh kepada kualitas anak didiknya kelak. Dalam sebuah survai kecil, banyak GTT yang ternyata sudah berpendidikan S2. Keberadaan GGT yang sudah berpendidikan S2 ini, mengapa pemerintah tidak tanggap dengan mengambil dari dari jenjang S2 ini untuk menjadi PNS. Kalau diambil dari S2 yang linier jelas akan mempengaruhi pola pikir yang bersangkutan sekaligus menghargai perjuangan mereka yang sudah menaklukkan pendidikan di tingkat lanjut tersebut.