Dalam dunia kuli, tak ada kemerdekaan. Tak ada kedaulatan dan tak mungkin mewujudkan keadilan sosial. Sebab bangsa kuli hanya tahu disuruh dan diatur. Tak punya hak untuk protes dan menentukan mana yang terbaik untuk diri dan bangsanya. Dan hampir tak punya hak untuk tak menjual miliknya.
Seperti kuli di pelabuhan atau di pasar atau dimanapun di dunia ini. Mereka tak punya daulat atas dirinya. Mereka tak tahu memperjuangkan nasibnya. Seolah cukup digembirai dengan upah yang cukup untuk makan diri dan keluarganya. Cukup untuk hari itu. Tidak untuk esok, apalagi tujuh turunan.
Mental kuli ini masih menjadi bagian dari sebagian manusia di Bumi Manusia Indonesia. Walau sudah banyak sarjana yang kepandaiannya melebihi Einstein, toh mereka terkena sindrom “diploma desease”. Begitu kata Azyumardi Azra untuk menyebut sarjana yang bersekolah hanya agar bisa dan untuk bekerja di perusahaan multinational. Toh tetap menjadi “kuli”. Tentu saja akan ada yang tak setuju dengan pikiran ini. Dan memang tak berharap persetujuan siapa pun. Sebaliknya siapapun punya pikiran masing-masing.
Baca Juga:Bejad, Bocah SD Digilir Tiga Orang Tukang Ojek di Kebun SawitLuar Biasa!! Ini Besaran Anggaran untuk Pembebasan Lahan Bendungan Sadawarna
Soekarno lagi-lagi mengingatkan bahwa kedaulatan bangsa tak akan mungkin tegak jika bangsa ini bermental “kuli”. Mental kuli (1916) harus diberangus dengan mental berdikari. Dengan berapi-api, Soekarno membakar semangat Manusia Indonesia untuk mampu berdiri di atas kaki sendiri (berdikari) pada tiga hal; ekonomi, bebas dalam politik dan berkepribadian dalam kebudayaan. Pidato pada tanggal 17 Agustus 1964 ini dikenal dengan pidato “Trisakti”. Pidato Vivere Pericoloso. Trisakti menjadi kalimat sakti bagi doktrin nasionalisme dan kedaulatan.
Trisakti betul-betul menjadi senjata sakti bagi Soekarno. “Go to hell with your aid“, katanya dengan gagah berani mencampakkan pinjaman luar negeri AS. Murka Soekarno ini disampaikan dipidato 17 Agustus 1965. Dan sejak saat itu turunlah “talak” kepada Lembaga Moneter Internasional atau IMF. “Talak” pun jatuh juga kepada Presiden Amerika, Gerald Rudolph Ford, Jr, pengganti Presiden Nixon. “Talak” yang konon menjadi penyebab kejatuhan Soekarno.
Berita berlanjut di halaman berikutnya…
Soekarno gagah berani mengangkat derajat mental “kuli” manusia Indonesia dari cengkraman “aid” dan “loan”. Berpijak pada kata sakti “Trisakti”, Soekarno membangun proyek mercusuar Monumen Nasional (Monas), Masjid Istiqlal, dan patung-patung ikonik yang ada di jalan utama Jakarta. Proyek yang dimaksudkan agar mental “Kuli” manusia Indonesia berganti menjadi mental “Daulat Rakyat”.