Isu kesehatan Presiden Soekarno dan isu dewan jendral inilah yang menjadi dasar segelintir elit PKI untuk melakukan penculikan kepada para jenderal Angkatan Darat yang waktu itu dianggap tidak loyal terhadap Presiden Soekarno dan akan dihadapkan kepada presiden. Pimpinan pelaksana gerakan penculikan ini dipimpin oleh Letkol Untung Syamsuri Komandan Cakrabirawa dan Sjam Kamaruzaman Ketua biro politik PKI atas inisiator D.N Aidit selaku Ketua Umum Comite Central PKI yang mempercayakan operasi penculikan para jendral ini kepada Sjam Kamaruzaman.
Sjam adalah tangan kanan dan orang kepercayaan D.N Aidit. Akibat kekeliruan analisa Sjam tentang kesiapan pasukan saat itu dan buruknya disiplin juga koordinasi lapangan, ditambah ada perlawanan juga dari beberapa jendral Angkatan Darat yang akan diculik, rencana operasi penculikan itupun berubah menjadi ladang pembantaian dengan tiga jendral dibunuh di rumah mereka, yaitu Letjen TNI Ahmad Yani, Mayjen TNI M.T Haryono, Brigjen TNI D.I Panjaitan, sedangkan ketiga jenderal lainya yaitu Mayjen TNI R. Soeprapto, Mayjen TNI S. Parman, dan Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo ditangkap hidup-hidup, baru kemudian dibunuh dan dimasukkan ke Lubang Buaya.
Sedangkan Jenderal TNI Dr. Abdul Harris Nasution sebagai target utama berhasil melarikan diri setelah berusaha melompati dinding rumahnya yang berbatasan langsung dengan Kedutaan Besar Irak tapi anak perempuannya, Ade Irma Suryani Nasution yang berusia 5 tahun tertembak. Begitu pula dengan ajudan Jenderal A.H Nasution, Letnan Satu Pierre Andreas Tendean, disamping korban-korban itu ada juga korban lain yaitu Pengawal Wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena, Brigadir Polisi Satsuit Tubun. Kolonel Katamso Darmokusumo, dan Kolonel Anumerta Sugiyono.
Baca Juga:Berikut Empat Kompetensi yang Harus Dimilki untuk Tingkatkan Keprofesionalan Guru PAUDTak Kuat Bisikan Gaib, Ibu Muda Nekat Gantung Diri
Ketika penculikan dan pembantaian para jendral ini dimana posisi Presiden Soekarno saat itu, menurut Kolonel Maulwi Saelan Wakil Komandan Resimen Cakrabirawa, malam 30 September sebelum dini hari Soekarno menghadiri resepsi penutupan Musyawarah Nasional Kaum Teknisi Indonesia di Istora Senayan, Letkol Untung juga ada disana sebagai Komandan Batalyon II Kawal Kehormatan Cakrabirawa bahkan Maulwi Saelan sempat menegur Letkol Untung yang lalai menjaga salah satu pintu masuk Istora Senayan. Setelah itu Kolonel Maulwi pulang. Soekarno dan Mangil Martowidjojo selaku Komandan Detasemen Kawal Pribadi Cakrabirawa mulai keluar Istora Senayan dengan menggunakan mobil Chrysler hitam.