Itulah narasi peristiwa gestapu sebelum 1965 lalu narasi apa yang ada setelah 1965, terlebih tahun-tahun mencekam 1965-1966 yang tidak pernah mencuat ke publik atau jadi pelajaran sejarah di sekolah-sekolah, terlebih saat orde baru masih berkuasa, peristiwa inilah yang sekarang menjadi banyak perhatian para peneliti dengan menjadikan sumber-sumber referensi sejarah dan wawancara saksi hidup yang masih ada saat ini.
Peristiwa setelah G30S itu biasa disebut peristiwa Pasca 65, Tragedi 1965, atau pembantaian massal 1965 -1966 semuanya merujuk pada momen pembunuhan dan penangkapan besar-besaran terhadap kader PKI, simpatisan PKI, atau orang yang dituduh PKI termasuk para loyalis Soekarno. Menurut para penyitas korban pembantaian massal itu meliputi Jawa Timur, Bali, Jawa Tengah dan Sumatera. Angka korbanya diperkirakan kisaran lima ratus ribu hingga satu jutaan korban.
Selain mereka yang menjadi korban pembantaian aksi balasan G30S, stigmatisasi PKI juga telah membuat ribuan orang ditahan tanpa proses peradilan hingga berpuluh-puluh tahun lamanya, salah satunya adalah sastrawan Pramoedya Ananta Toer yang karyanya dilarang terbit selama orde baru karena dianggap menyebarkan komunisme walaupun tuduhan itu tidak terbukti. Belum lagi diskriminasi kepada mereka yang menjadi keluarga dan anak keturunan PKI, stigmatisasi berpuluh-puluh tahun membuat mereka sulit untuk memperoleh pekerjaan. Sejak reformasi bergulir, ketika iklim kebebasan kembali diraih negeri ini, banyak para tahanan politik terutama mereka yang menjadi korban setelah peristiwa 1965 mulai bisa bersuara, hampir sebagian besar dari mereka bingung apa yang menjadi kesalahanya, karena mereka sama sekali tidak terlibat dimalam jahanam itu.
Baca Juga:Berikut Empat Kompetensi yang Harus Dimilki untuk Tingkatkan Keprofesionalan Guru PAUDTak Kuat Bisikan Gaib, Ibu Muda Nekat Gantung Diri
Itulah gambaran besar dua narasi sejarah yang terus bergulir hingga hari ini terlebih setiap tanggal 30 September, setiap tahun selalu ada saja isu panas yang terus dibangun diantara sesama anak bangsa. Padahal generasi milenial diantara anak cucu merekapun sudah berkomitmen untuk tidak mau mewarisi permusuhan dan kebencian, generasi seperti mereka inilah yang akan mewarisi peradaban baru Indonesia, membicarakan sejarah sama seperti kita membicarakan perjalanan hidup kita. Dibawa santai sambil ngopi, bukan untuk membuka luka lama atau saling bersitegang mencari pihak mana yang salah dan benar, faktanya peristiwa 1965 diantara kedua belah pihak itu ada korban.(*)