Memaknai sila kelima “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”
Bagian ke 7
Angka Gini
“Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS. Al-Hasyr 59: 7)
Corrado Gini, seorang eugenicist -pendukung pemulihan ras manusia, asal Italia, mungkin tak pernah menyangka, teorinya dipakai untuk menentukan golongan kaya dan golongan miskin sekolong jagat. Teori yang ditulis tahun 1912 dalam bukunya “Variabilità e mutabilità” menjelaskan tentang teori kesenjangan dan distribusi kekayaan.
Walaupun mendukung fasis Mussolini, Corrado Gini tak setuju pengucilan Yahudi. Corrado – mengutak-ngatik perhitungan kesenjangan dengan kurva Lorenz. Sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan suatu variable pendapatan masyarakat dibandingkan dengan kemampuan daya beli masyarakat. Teorinya digunakan untuk memetakan kesenjangan atau mengukur ketimpangan pendapatan antar penduduk.
Baca Juga:Verifikasi Berkas Empat Bakal Calon Kepala DesaPeringati HUT ke-76, TNI Distribusikan Bantuan Sembako
Penjelasannya begini. Rasio Gini merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh di suatu wilayah. Ukuran Rasio Gini antara 0 dan 1. Rasio Gini bernilai 0 artinya terjadi pemerataan sempurna, sedangkan rasio Gini bernilai 1 artinya terjadi ketimpangan sempurna. Kategori ketimpangan rendah terjadi jika rasio gini berada diantara 0 dan 0,3. Kategori ketimpangan moderat terjadi jika rasio gini berada diantara 0,3 hingga 0,5, sedangkan kategori ketimpangan tinggi terjadi apabila rasio gini berada di atas 0,5.
Menggunakan teori Gini, Bank Dunia menilai Indonesia belum bisa menurunkan ketimpangan. Lihat saja laporan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Keuangan. Untuk Rasio Gini perkotaan pada September 2020 tercatat sebesar 0,399, naik dibanding Rasio Gini Maret 2020 sebesar 0,393 dan Rasio Gini September 2019 yang sebesar 0,391. Sedangkan Rasio Gini perdesaan pada September 2020 tercatat sebesar 0,319, naik dibanding Rasio Gini Maret 2020 sebesar 0,317. Perbedaan tiga digit dibelakang 0 menunjukkan angka jutaan manusia Indonesia yang rentan miskin bahkan jatuh miskin. Tak percaya? Silahkan tanya sama kementerian keuangan atau BPS.
Sebenarnya yang menarik, bukan pada angka-angka yang dihasilkan dari teorinya Corrado Gini. Justru yang menarik adalah laporan Bank Dunia: ketimpangan ekonomi di Indonesia terjadi karena konsentrasi kekayaan di segelintir orang.
Tengok data Global Wealth Report (GWR) yang dikeluarkan perusahaan investasi global, Credit Suisse, tahun 2018. Menutur Data GWR, bahwa 85,4% (145,41 juta jiwa) penduduk dewasa Indonesia memiliki kekayaan di bawah US$ 10 ribu atau Rp 150 juta dengan kurs Rp 15 ribu per dolar Amerika Serikat (AS). Kemudian 13,7% (23,32 juta jiwa) memiliki kekayaan antara US$ 10 ribu-100 ribu, lalu 0,8% (1,39 juta jiwa) memiliki kekayaan US$ 100 ribu-1 juta dan 0,1% (89 ribu jiwa) dengan kekayaannya di atas US$ 1 juta. 0,1 % dari penduduk Indonesia memiliki kekayaan sama dengan kekayaan ratusan juta rakyat Indonesia. Dan konon yang 0,1 % orang yang memiliki kekayaan tersebut terakumulasi pada empat orang kaya di Indonesia. Tak tahu siapakah mereka.