Pusing kita membaca angka-angka itu. Apalagi teori trickle down effect -orang miskin menunggu tetesan dari 0,1 % orang super kaya, yang tak kunjung sampai. Karena cuma “tetesan”, menguap di tengah jalan. Atau berputing beliung di seputarnya saja. Menjadi investasi baru yang menguasai hajat hidup orang banyak. Bukan permodalan yang “digrojogan” ke 85 % lebih manusia Indonesia.
Masyarakat miskin hanya menunggu belas kasihan orang kaya. Ini tak beradab dan tak berkeadilan sosial. Sebab kebanyak jumlah orang yang 0,1 % tersebut, bisa jadi memilih belanja,liburan dan investasi di luar negeri.
Tak pandailah kita menginterpretasikan angka-angka itu dengan kenyataan sulitnya mendapat kerja dan perbaikan kesejahteraan. Bahkan jadi kuli pun susah. Sepertinya data GWR tak menyentuh orang-orang seperti Mang Datim buruh pabrik harian atau Bang Zaenal tukang becak atau masyarakat miskin dan termiskin yang sering di ekspos di acara televisi. Jumlah terbesar dari orang-orang yang hidup di Bumi Manusia Indonesia berpendapatan di bawah Rp 20 ribu perhari. Seperti Mang Datim dan kawan-kawan.
berlanjut di halaman berikutnya…
Baca Juga:Verifikasi Berkas Empat Bakal Calon Kepala DesaPeringati HUT ke-76, TNI Distribusikan Bantuan Sembako
Sumber kekayaan dikuasasi oleh segelintir orang. Mereka memiliki akses yang hampir tak terbatas terhadap berbagai sumber daya alam dan perbankan. Sementara Mang Datim, buruh pabrik, Bang Zaenal tukang becak di gerbang perumahan Duta Harapan Kota Bekasi dan puluhan juta buruh dan tani lainnya tak punya akses sedikitpun.
Inilah yang menyebabkan kesenjangan peluang dan ketimpangan kesejahteraan. Kesenjangan yang merapuhkan 200 juta masyarakat miskin menghadapi guncangan ekonomi. Karena kekayaan dan peluang serta dukungan hampir hanya bisa diakses atau dikuasai oleh pemilik modal. Ini kesenjangan nyata yang melahirkan ketidakadilan sosial.
Ketimpangan kesejahteraan dan distribusi kekayaan lebih disebabkan karena akses yang sangat terbatas pada kelompok masyarakat rentan. Masyarakat miskin, hidup dan tumbuh dalam ketidakadilan. Ketidakadilan struktural atas akses terhadap sumber-sumber penghidupan dan pekerjaan. Yang menabalkan mereka tetap pada garis kemiskinan dan menetapkan rasio Gini tetap tak mau turun tahta.
Ketidakmerataan distribusi kekayaan dengan tak memberi peluang (akses) kepada masyarakat rentan untuk berdaya dan berdikari. Perputaran uang (puting beliung modal) hanya terjadi dilingkungan orang kaya saja. Dan ini memunggungi surah Al-Hasyr ayat 7: