Karena, lanjut Wahyu, eksistensi perusahaan-perusahaan yang tergolong masih komunikatif dan berupaya menyejahterakan pekerjanya semakin kehilangan daya saing. “Melemah lantaran kompetitornya menggunakan pekerja magang dan outsourcing yang semakin merajalela. Sementara pengawasan ketenagakerjaannya lengah dan lemah,” kata Wahyu.
Pihaknya pun berharap Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta dapat menyiasati tentang pengupahan tahun 2022. “Sekalipun omnibuslaw menghilangkan upah sektoral, toh sebelumnya Purwakarta pernah menerapkan upah untuk Kelompok Jasa Usaha,” ucap Wahyu.
Adapun terkait keharusan adanya upah di atas UMK, Wahyu beralasan, karena baik risiko kerja, kemampuan perusahaan, maupun tingkat modal dan jenis usaha perusahaan berbeda-beda. “Sehingga, sudah sewajarnya juga dinaikkan untuk menjaga daya beli dan kehidupan yang layak,” ujarnya.
Baca Juga:Viral Empat Bersaudara Ditelantarkan oleh Orangtuanya, Pemkab Purwakarta Kirim BantuanProduksi Beras Ketan di Kabupaten Subang Turun Drastis, Ini yang Jadi Penyebabnya
Sementara itu, Sekertaris Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta Arif Budi mengatakan, tuntutan yang disampaikan para buruh akan ditindaklanjuti dengan memanggil perusahaan-perusahaan guna mendiskusikan hal yang menjadi tuntutan para buruh. “Pemerintah saat ini sifatnya hanya penengah. Kami tidak bisa memutuskan begitu saja karena harus melihat kemampuan dari perusahaan itu sendiri. Karenanya, harus ada diskusi melalui dewan pengupahan. Insyaallah November nanti,” kata Arif.
Melalui diskusi tersebut, pihaknya bersama dengan dewan pengupahan akan memutuskan solusi dari persoalan tuntutan tersebut, agar semua pihak menyepakati bersama. “UMK mereka pengin naik, ibu Bupati juga sama ingin naik, karena tambahan upah juga berguna untuk meningkatkan kesejahteraan warga Purwakarta,” ucapnya.(add/sep)