Oleh: Nita Nur Elipah
Ibu Rumah Tangga
Publik dihebohkan dengan adanya isu pembubaran Majelis Ulama Indonesia (MUI). Isu ini makin marak beredar setelah penangkapan salah satu anggotanya yang diduga terlibat jaringan terorisme oleh Densus 88. Menurut Ketua MUI, Cholil Nafis menyebut bahwa pihak yang mengeluarkan isu soal pembubaran MUI adalah orang yang tidak bisa membedakan urusan personal dan lembaga. Beliau juga mengatakan bahwa MUI adalah lembaga yang penting bagi Indonesia, sebagai pengayom umat Isam. MUI bahkan juga berperan sebagai mitra pemerintah. PikiranRakyat.com, Minggu, 21/11/2021)
Adanya isu ini tentu sangat membuat geram umat Islam, karena lagi-lagi isu yang digunakan adalah terorisme dan radikalisme. Dengan munculnya isu seperti ini, pasti selalu saja ada pihak yang memanfaatkan situasi untuk kembali memojokkan umat Islam. Isu terorisme ini pun menjadi pembenaran dalam menyuarakan pembubaran MUI. Penangkapan ulama terduga teroris juga selalu menjadi ajang para pembenci Islam menggoreng isu terorisme secara terus menerus.
Bagai memancing di air keruh para pembenci Islam melihat kesempatan ini sebagai peluang untuk membungkam ulama kritis dan lurus. Entah kebetulan atau tidak, setelah adanya ijtima ulama MUI yang menyatakan jihad dan khilafah adalah ajaran Islam, isu terorisme kembali menggoyahkan umat. Sebagaimana kita ketahui, jihad dan khilafah selalu distigma negatif sebagai ajaran radikal yang memicu terorisme. Apalagi bila Lembaga ulama (MUI) mulai kritis membela ajaran Islam dan mengoreksi kebijakan pemerintah.
Baca Juga:Dinkes Perintahkan Puskesmas Swab Test, Antisipasi Varian Baru Covid-19 OmnicronPutri Indonesia Dipastikan Tidak Hadir di Ajang Miss Universe 2021 Israel, Ini Alasannya
Narasi terorisme radikalisme ini sukses memengaruhi pandangan masyarakat tentang Islam. Beberapa waktu lalu ramai perbincangan mengenai sertifikasi dai gagasan Kemenag. Alasannya sama, untuk menangkal paham-paham radikal. Kita juga pernah dikejutkan dengan temuan BIN yang menyebut 41 masjid lingkungan pemerintah terpapar radikalisme. Ada pula tudingan “anak good looking , tetapi radikal”, seperti menghafal Al-Qur’an, rajin mengikuti kajian Islam, dan berpakaian sesuai syariat Islam.
Tudingan kepada ustadz atau penceramah radikal diharapkan akan mampu membungkam kekritisan mereka dalam melakukan amar makruf nahi mungkar kepada penguasa. Tidak heran, setiap ada peristiwa terorisme atau narasi radikalisme, umat akan ditakut-takuti bahwa jika mengkaji Islam secara mendalam berpotensi akan menjadi benih-benih terorisme. Alhasil umat Islam merasa takut terhadap ajaran agamanya sendiri dan tidak mau mempelajari Islam secara kafah.