Oleh: Ummu Raisya
Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah
Kasus mafia tanah kembali marak. Berulang kali terjadi, seolah sulit diberantas hingga tuntas. Terakhir seperti yang dialami oleh artis Nirina Zubir, menjadi korban atas mafia tanah sebesar Rp 17 Miliar. Beberapa waktu sebelumnya, kasus sengkarut kepemilikan lahan Sentul City, aktivis Rocky Gerung dan warga di Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Selain itu terungkap pula adanya modus mafia tanah Kelapa Gading mengklaim tanah seluas 32 hektar milik TNI AL juga tanah seluas 8,5 hektar milik warga Kelapa Gading bernama Yudi Astono di Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara (VIVA, 11/11/2021). Tak hanya artis dan pejabat, masyarakat dari kelas bawah sampai pelaku usaha pun tak luput dari jeratan mafia tanah.
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika mengungkapkan bahwa penyebab sindikat mafia tanah masih bertahan dan sulit diberantas dikarenakan tidak ada transparansi terkait administrasi dan keterbukaan informasi tentang pertanahan. Karena minimnya data terkait pertanahan, akibatnya mafia tanah bisa bekerja leluasa dan pembuktian terkait menjadi sulit dilakukan.
Hal senada disampaikan oleh Anggota Komisi DPR dan Anggota Panja Mafia Tanah, Guspardi Gaus, yang mengatakan paraktik mafia tanah tidak mungkin tidak melibatkan orang dalam (Kementrian ATR/BPN), sehingga mengaku akan fokus membasmi mafia tanah dan mendorong Kementrian ATR/BPN melakukan pembersihan pegawai yang menjadi mafia tanah di kementrian terkait. Jika ditemukan indikasi mafia tanah, maka harus diproses sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Baca Juga:Utang Aman, Negara dan Rakyat Aman?Honor RT dan RW di Kabupaten Subang Segera Cair, Berikut Jadwalnya
Pakar Hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Muzakir pun menyoroti hal yang sama, menuntut agar adanya tindakan tegas terhadap tim Kementrian ATR/BPN dan Kepolisian Negara RI yang dibentuk mulai tahun 2018. Menurutnya, jika keberadaan tim ini tidak berjalan efektif dan mandek, sebaiknya diberhentikan. Pasalnya, para mafia ini kerap menyengsarakan masyarakat demi kepentingan mereka dalam membangun bisnis properti atau bisnis lainnya yang berbasis tanah. Pihak yang diuntungkan adalah mereka yang memiliki uang berlimpah untuk bisnisnya, sementara pihak yang dirugikan, para pemilik tanah yang posisinya rentan terhadap bukti kepemilikan atas tanah.