Dengan demikian, tak heran jika beragam upaya pemerintah untuk menangani kasus-kasus mafia tanah tak pernah tuntas. Karena lemahnya peran dan pengawasan negara hanya sebagai regulator dan fasilitator serta keberpihakannya lebih mengarah pada kepentingan pemilik kapital dengan dalih investasi. Perlakuan istimewa seperti inilah yang seringkali menjadi pemicu konflik di tengah-tengah masyarakat hingga menimbulkan terjadinya perusakan lingkungan. Ditambah yang tak jarang terjadi adanya karakter aparat yang tidak amanah serta sering memanipulasi perizinan termasuk dalam pembuatan sertifikat. Selain itu, tidak ada kejelasan terkait penentuan status kepemilikan tanah, mana lahan yang boleh dimiliki individu, lahan milik umum dan lahan milik negara. Akan tetapi semua diakui sebagai milik negara yang bisa mengalihkan pengelolaannya kepada swasta. Juga status kepemilikan yang harus mendasarkan pada legalitas formal seperti sertifikat. Faktanya, tidak sedikit rakyat yang tinggal di satu kawasan turun temurun dan mengelola lahan tersebut untuk penghidupannya, sementara mereka tidak memiliki sertifikat. Inilah yang seringkali memunculkan perampasan lahan dan penggusuran rakyat dari lahan yang sudah ditempatinya.
Dari sini teramat jelas bahwa untuk menghentikan kasus-kasus mafia tanah tidak bisa sebatas dengan transparansi maupun perbaikan akhlak individu pegawai pemerintah. Namun, diperlukan perubahan menyeluruh terkait bagaimana penetapan hak atas tanah, sistem administrasi yang mapan dan mewujudkan masyarakat yang didalamnya terlahir individu warga hingga pejabat negara yang amanah, bukan bermental bisnis yang mencari keuntungan semata. Dengan kata lain dibutuhkan perubahan mendasar sistem pengaturan pertanahan yang semula mengikuti arah pandang kapitalistik menuju paradigma yang shahih.
Satu-satunya yang memiliki konsep yang jelas dan layak untuk dijalankan saat ini yaitu berasal dari sistem Islam. Sebab kebenaran sistem ini mendapat lisensi dari Allah Swt dan bukti keberhasilannya sudah ditunjukkan oleh Rasulullah Saw dan para Khalifah setelahnya.
Baca Juga:Utang Aman, Negara dan Rakyat Aman?Honor RT dan RW di Kabupaten Subang Segera Cair, Berikut Jadwalnya
Untuk memutus kasus-kasus mafia tanah yang menimbulkan konflik di tengah masyarakat, harus mengembalikan status kepemilikan lahan sesuai yang ditetapkan Allah Swt dan hadirnya peran negara dengan benar. Islam membagi tiga status kepemilikan lahan yaitu lahan yang boleh dimiliki individu seperti lahan pertanian, ladang, kebun dan sebagainya. Lahan milik umum yaitu lahan yang di dalam atau diatasnya terdapat harta milik umum, seperti hutan, tambang, dan lain-lain. Islam melarang lahan milik umum ini menguasakannya kepada swasta yang menghalangi akses orang lain untuk memanfaatkannya. Sementara laham milik negara yaitu lahan yang tidak berpemilik dan di atasnya terdapat harta milik negara seperti bangunan milik negara. Berdasarkan pembagian ini, maka tidak boleh bagi individu memiliki lahan milik umum meskipun diberikan izin oleh negara.