Oleh:Putriyana
Aktivis Menulis
Pada bulan November kemarin tangki kilang minyak Pertamina di Cilacap Jawa Tengah terbakar lagi. Kebakaran ini adalah kali ke-7 sepanjang sejarah kilang ini dibangun. Kilang minyak Pertamina di Cilacap memiliki 228 tangki untuk menampung minyak mentah yang akan diolah dan mempunyai kapasitas pengolahan mencapai 270.000 barel perhari.
Tahun ini sudah tercatat 2 kali tangkinya terbakar. Sebelumnya terjadi pada bulan Juni lalu. Tak hanya itu, akibat kebakaran ini keselamatan warga sekitar area kilang minyak ini terancam. Dikutip dari tribunnews.com, (14/11/2021) terdapat sekitar 80 orang warga masyarakat yang terdampak kebakaran tersebut dan sekarang sedang tahap evakuasi. Dampak ini terjadi karena pemukiman warga hanya berbatas tembok dan jaraknya hanya 500 meter dari tangki yang terbakar.
Kebakaran tangki minyak ini terjadi setelah adanya hujan petir. Sehingga dugaan awal tangki terbakar diakibatkan adanya petir. Namun demikian banyak pengamat yang meminta untuk mengusut lebih lanjut kasus kebakaran tangki Cilacap karena berpotensi adanya kejahatan dengan motif tertentu.
Baca Juga:Kak Seto: Bu Risma Telah Siapkan Lahan Subur bagi Perkembangan Anak-Anak Penyandang DisabilitasBerikut Daftar Rotasi Kepala Dinas di Kabupaten Subang
Jika kejadian ini diakibatkan adanya petir, seharusnya Pertamina dapat mengatasinya dengan melakukan perbaikan pada tangki-tangki tersebut atau membuat alat penangkal petir sehingga tidak akan membuat kejadian ini terus berulang.
Fahmi Radhu selaku pengamat energi dari Universitas Gajah Mada berpendapat bahwa kebakaran karena petir adalah alasan yang sangat aneh. Sebab sebagai kilang dengan pasokan terbesar di Indonesia, semestinya Pertamina bisa menjaga aset yang sangat berharga dengan menerapkan sistem keamanan yang super canggih dan berlapis. Fahmi menganggap kebakaran berantai ini pasti akan mengurangi supply BBM. Untuk menutupi kekurangan tersebut, maka butuh impor. Sehingga volume impor minyak akan semakin tinggi. Berdasarkan pengalamannya sebagai anggota anti mafia Migas Fahmi berpendapat mafia migas akan berburu rente pada impor. Sehingga makin tinggi volume impor, aliran cuan pun makin besar.
Terlepas adanya kesengajaan ataupun murni kecelakaan akibat kelalaian pada peristiwa kebakaan tangki minyak tersebut. Semua itu berpangkal dari pengelolaan BUMN yang bercorak sistem kapitalisme. Keberadaan BUMN bukan sebagai bentuk tanggung jawab negara mengurusi rakyat. BUMN hanya diposisikan sebagai tempat penguasa  beserta kroninya mendulang keuntungan. Negara dengan tata kelola sistem kapitalisme memang menyerahkan seluruh pengurusan rakyat pada swasta. Negara hanya regulator yang memfasilitasi bertemunya kepentingan korporasi dan rakyat. Seluruh kebutuhan rakyat dalam menjalani kehidupannya justru dipenuhi oleh swasta. Inilah dogma sistem kapitalisme. Dalam sistem ini BUMN seperti tempat berjual beli antara pemerintah dengan rakyat.