RAGAM – Kabar kurang mengenakkan datang pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang ditutup melemah pada perdagangan akhir pekan, Jum’at (10/12/2021), hal ini adalah juga imbas dari pelaku pasar yang lebih mewaspadai data inflasi Amerika Serikat untuk periode November yang akan dirilis Jum’at malam.
Melansir data Bloomberg, pukul 15.00 WIB, dihimpun dari Fin, rupiah ditutup Rp. 14.370 per dolar AS. Posisi itu menunjukkan pelemahan 4 poin atau 0,03 persen dibandingkan penutupan pasar spot Kamis (9/12/2021) petang, yaitu berada di level Rp14.366 per dolar AS.
Kurs referensi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang menempatkan rupiah di posisi Rp14.378 per dolar AS atau melemah dari Rp14.351 per dolar AS pada Rabu kemarin.
Baca Juga:Telapak Kaki Dingin Gejala Apa? Pertanda Ada 7 Penyakit IniLantunan Shalawat dan Kehadiran Mensos Hadirkan Ketenangan Bagi Warga dan Anak-Anak Untuk Tetap Semangat Jalani Hidup
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa rupiah melemah disebabkan pelaku pasar mewaspadai data indeks harga konsumen (IHK) Amerika.
“Inflasi yang lebih tinggi dan pasar tenaga kerja yang membaik dapat memacu Federal Reserve untuk mempercepat tapering dan menaikkan suku bunga acuan lebih awal dari ekspektasi,” terang Ibrahim dalam keterangannya, Jumat sore.
Jumlah warga Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran turun ke level terendah dalam kurun waktu lebih dari 52 tahun, pekan lalu, sebab kondisi pasar tenaga kerja terus mengetat di tengah kekurangan buruh yang akut.
Mengutip Reuters, Kamis, Departemen Tenaga Kerja menjelaskan klaim awal untuk tunjangan pengangguran negara jatuh 43.000 ke penyesuaian musiman 184.000 untuk pekan yang berakhir hingga 4 Desember 2021, penurunan ke level terendah sejak September 1969.
Ekonom yang disurvei Reuters memperkirakan 215.000 aplikasi untuk minggu terakhir. Klaim menyusut dari rekor tertinggi 6,149 juta pada awal April 2020.
“Pelaku pasar memperkirakan inflasi Amerika akan meningkat dan terus menguat hingga mendekati 7% pada awal 2022,” beber Ibrahim.
Faktor kedua, Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi pertumbuhan ekonomi global yang diproyeksikan 4,9% pada 2022 masih memiliki potensi untuk turun akibat varian Omicron.
Baca Juga:Baznas Subang Bantu Biaya Perbaikan Rumah Warga Pagaden Ruam Pada Kulit Anak, Disebut Jadi Ciri Gejala Covid 19 Omicron
IMF merilis proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2021 sebesar 5,9% atau lebih rendah 0,1% dari perkiraan yang diumumkan Juli.
“Penurunan proyeksi 2021 tersebut seiring adanya penyusutan produk domestik bruto (PDB) pada kuartal III-2021 akibat merebaknya kasus positif varian Delta di seluruh dunia,” ujar Ibrahim.