Oleh Ummu Raisya
Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah
Tidak dipungkiri, peran media sangat mendukung dalam mempresentasikan pornografi dalam bentuk visual, audio atau video. Mulai era tahun 1990 an, awal kemunculan internet, akselerasi penyebaran pornografi semakin tinggi di seluruh dunia, termasuk negeri-negeri muslim seperti Indonesia. Masyarakat makin mudah mengakses situs-situs porno. Dan disadari atau tidak, pornografi ini nyatanya membawa malapetaka bagi kehidupan manusia.
Sebagaimana terjadi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Di mana muncul kasus pemerkosaan yang berujung pada pembunuhan. Pelakunya anak berusia 17 tahun, dan korbannya seorang perempuan berusia 10 tahun. Terindikasi yang menjadi pemicu tindakan biadab tersebut adalah pornografi. (TRIBUNJABAR.ID.BANDUNG, 25/11/2021)
Kasus di atas mendapat perhatian langsung dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga yang memandangnya sebagai peristiwa sangat mengerikan. Beliau meminta agar pelaku dijerat pasal berlapis oleh aparat penegak hukum, yakni Pasal 340 dan 338 KUHP, karena merujuk pada kronologi perkaranya. Tak hanya pasal itu, pelaku juga dapat dijerat dengan Pasal 81 serta 82 ayat (1) Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak dengan memprosesnya sesuai ketentuan UU Sistem Peradilan Pidana Anak. Lebih lanjut, beliau menilai perlu adanya perhatian masyarakat agar kasus pemerkosaan dan pembunuhan keji tersebut tak berulang kembali.
Baca Juga:Mengambil Pelajaran Saat Musibah MenyapaModerasi, Diksi Sesat Mengintai Zakat
Kapolresta Bandung Kombes Hendra Gunawan turut mengimbau kepada orang tua agar memperhatikan anaknya saat menggunakan handphone atau media sosial yang bisa menjadi pemicu tindak pidana.
Sebenarnya kasus pemerkosaan berujung maut yang dipicu oleh pornografi bukan hal baru. Kejahatan seperti ini akan terus berulang, sepanjang sumber pemicunya dibiarkan merajalela. Jika kita telusuri dengan cermat, masalah perkosaan hingga pembunuhan bukanlah sekedar masalah sosial, tapi terkait erat dengan sistem kehidupan yang berlaku di negeri ini.
Kapitalisme sekular adalah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Standar kebahagiannya diukur berdasarkan materi dan kenikmatan jasadi semata. Tidak mengenal halal-haram. Sekularisme meniscayakan kehidupan liberal, karena agama (Islam) tidak menjadi tuntunan. Bisnis pornografi yang nyata-nyata menjadi pemicu perkosaan merupakan bisnis yang sangat menggiurkan. Alih-alih diberhentikan justru tidak disinggung sama sekali. Betapa malang para orang tua yang selalu menjadi pihak yang paling bertanggung jawab mendampingi dan memperhatikan anak-anaknya. Sementara para pebisnis pornografi dibiarkan meraup keuntungan hasil dari merusak generasi.