Andaikan negara serius memperhatikan dan menyelamatkan generasi, negara sangat mampu dan memiliki kekuatan besar untuk mengcounter konten-konten media yang merusak, sehingga penyelesaiannya tidak dibebankan kepada orang tua, sementara negara berlepas tangan.
Kapitalisme berbeda dengan sistem Islam. Secara preventif, berbagai aturan sudah dipersiapkan oleh Allah SWT dalam al-Quran maupun Hadis, di antaranya: Pertama, secara personal ada kewajiban menjaga pandangan dari yang diharamkan oleh Allah Swt (QS. an-Nuur:30-31) dan menutup aurat ( Q.S al-Ahzab:59). Kedua, Larangan mendekati perzinahan (Q.S al-Isra:32) termasuk larangan berkhalwat (berdua-duaan dengan yang bukan mahram), bercumbu dan lain sebagainya. Ketiga, larangan bagi wanita bertabarruj. Imam Bukhari menerangkan makna tabarruj sebagai “memamerkan segala kecantikan yang menjadi miliknya”. Keempat, pria dan wanita harus berpenampilan sesuai dengan fitrahnya, tidak boleh saling menyerupai satu sama lain.
Seluruh aturan di atas diterapkan oleh negara berdasarkan akidah Islam. Negara pun akan menjalankan sistem pendidikan Islam bukan sekular. Sehingga halal-haram menjadi tolok ukur perbuatan bagi generasi maupun masyarakat pada umumnya. Di samping itu negara tidak akan mentolelir bisnis pornografi. Juga akan mengawasi media dan mengisinya dengan tayangan-tayangan mendidik dan mencerdaskan. Sehingga relasi pria wanita bukan didasarkan kepada pandangan seksual, tapi tolong menolong dalam kebaikan, kecuali dalam ikatan pernikahan.
Baca Juga:Mengambil Pelajaran Saat Musibah MenyapaModerasi, Diksi Sesat Mengintai Zakat
Secara kuratif, Islam menyediakan sanksi tegas demi terselamatkannya masyarakat di dunia hingga akhirat. Sehingga tidak dibenarkan sebuah industri atau perdagangan yang melanggar hukum Allah beroperasi, meskipun sangat menguntungkan secara materi. Penerapan sanksi dalam Islam berfungsi sebagai jawabir (penebus dosa di akhirat) dan zawajir (mencegah manusia yang lain melakukan perbuatan yang sama).
Terdapat sebuah peristiwa, tentang bagaimana terlindunginya seorang perempuan dengan aturan Islam yang diterapkan secara sempurna. Negara sangat berperan di dalamnya, yaitu saat seorang perempuan mengalami pelecehan oleh tentara Romawi sehingga tersingkap auratnya, kemudian perempuan itu memanggil sang kepala negara (Khalifah), Al-Mu’tashim billah untuk meminta tanggungjawabnya dalam melindungi rakyatnya. Maka, Khalifah dengan serta merta mengerahkan pasukannya yang demikian panjang untuk membela perempuan tersebut. Jelas terbukti, sistem Islam melahirkan peradaban yang luhur yang melindungi perempuan.