Tentu saja hal tersebut jauh di bawah standar UNESCO bahwa lama waktu membaca tiap orang berkisar antara 4-6 jam dalam sehari. Dengan demikian kuantitas membaca masyarakat Indonesia yang masih tertinggal.
Ada pepatah mengatakan membaca adalah jendela dunia, dengan membaca kita bias mengenggam dunia. Jiwa pikiran, dan imajinasi kita yang berpetualangan menyerap berbagai informasi dari dunia. Dengan berliterasi/membaca kita akan memiliki banyak pengetahuan, informasi, motivasi, nilai-nilai kehidupan dan kemanfaatan lainnya.
Tak bisa dipungkiri rendahnya minat literasi siswa berliterasi. Minat baca/berliterasi adalah perasaan senang yang sangat kuat dalam kegiatan membaca yang membutuhkan stimulus untuk mewujudkannya menjadi suatu kebiasaan (Ginting, 2005). Minat baca mempengaruhi bentuk serta intensitas seseorang dalam menentukan cita-citanya kelak dimasa yang akan datang, minat baca tidak diperoleh dari lahir karena bagian dari proses pengembangan diri. Rendahnya minat baca sangat berpengaruh besar terhadap mutu pendidikan dan akan dirasakan takkala pada soal berkonsep AKM (Asesmen Kompetensi Minimum). Landasan utama AKM adalah literasi. Literasi bukan bukan hanya sekedar kemampuan membaca, melainkan juga kemampuan bernalar. Literasi berkaitan dengan kompetensi berpikir dan memproses informasi, sehingga bukan sekedar ketrampilan membaca apalagi mengeja. Seseorang dengan tingkat literasi tinggi, mempunyai kemampuan penalaran dan pemecahan masalah dalam berbagai bidang termasuk sains, numerisasi dan juga finansial.
Secara Umum terdapat dua faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya minat berliterasi siswa yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam dirinya sendiri, seperti ekspresi diri, kebiasaan dan pembawaan.
Baca Juga:Libur Nataru Anggota Polsek Pusakanagara Patroli di Pantai PatimbanAHY: Selamat Gus Yahya Ketum PBNU, Demokrat Siap Bersinergi
Sedangkan faktor eksternal adalah sarana dan prasarana, kurangnya atau minimnya ketersedian buku yang membuat siswa kurang berminat berkunjung di perpustakaan, sehingga siswa harus membeli buku sendiri dan juga perpustakaan menyediakan buku yang kurang menarik bagi siswa.
Sementara itu buku yang tersedia diperpustakaan jumlah koleksi referensi sedikit.Selain itu kurangnya budaya membaca di keluarga, masyarakat dan dilingkungannya tersebut. Kegiatan literasi di dalam keluarga dapat melatih anak untuk terbiasa berpikir sejak awal kehidupannya. Anak akan belajar untuk mencari pemecahan masalah dengan pemikirannya yang kritis dan kreatif yang akan menjadi anak-anak terdepan dimasa mendatang. Meski tidak semua keluarga memiliki pemahaman yang sama akan pentingnya literasi. Di era milineal ini semuanya serba teknologi dan internet contohnya bermain game dan sosial media (sosmed) akibatnya nasib buku-buku diperpustakaan tak ubahnya susunan debu sebagai sarang hantu. Teknologi informasi boleh beranak pinak menggerogoti buku-buku di muka Bumi. Akan tetapi minat berliterasi jangan sampai musnah. Karena membaca akan memberikan dampak positif siswa yaitu dengan berliterasi siswa menjadi tau sesuatu yang sebelumnya belum diketahui.