SUBANG-Para kepala desa hingga saat ini masih risau dengan kebijakan yang tertuang dalam Perpres No 104 Tahun 2021 tentang Dana Desa.
Seperti dikatakan oleh Kepala Desa Mulyasari Hasanudin Masawi yang mengaku kesulitan dalam menyusun struktur APBDes dengan adanya Perpes tersebut. Pasalnya porsi anggaran Dana Desa (DD) kini sudah terploting untuk beberapa hal. Antara lain Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa sebesar minimal 40%, penanganan Covid-19 8% serta program ketahanan pangan 20%. Sedangkan sisanya dapat digunakan untuk infrastruktur, stunting, BUMDes dan kegiatan lainnya.
“Jadi kewenangan desa sesuai dengan Undang-undang Desa ini dengan adanya Perpes itu, kami merasa kewenangan desa untuk mengatur sendiri, dipangkas kewenangannya,” kata Kepala Desa Mulyasari Hasanudin Masawi kepada Pasundan Ekspres, Rabu (12/1).
Baca Juga:KPM Mengeluh ke Dinsos Subang, Tidak Bisa Pilih Produk Sesuai KeinginanBerimbas pada Ongkos Produksi, Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok Beratkan Pedagang Kecil di Lembang Bandung Barat
Menurutnya, aspirasi kepala desa soal Perpres tersebut didasari pada sisa anggaran yang dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat tinggal menyisakan 30%. Dengan kondisi demikian, desa akan kesulitan untuk melakukan kegiatan pembangunan infrastruktur.
“Bagaimana bisa membangun, kalau anggarannya sudah tinggal sisa 32% itupun harus dibagi lagi. Sebab selama ini pembangunan Desa yang sumbernya besar ya dari Dana Desa,” kata Hasanudin.
Sebab, kondisi Desa Mulyasari yang terbilang luas dan padat dengan 32 RT membuat masih banyak PR infrastruktur yang belum terselesaikan.
“Sedangkan kita dalam perencanaan ada Musdus, Musdes sampai Musrenbangdes. Nah porsi terbanyak itu usulan infrastruktur semua, sedang sumber anggaran infrastruktur sendiri juga sangat terbatas,” imbuhnya.
Ia menjelaskan, bagi anggaran BKU D/K dan Bantuan Provinsi (Banprov) ada anggaran yang sudah terploting dan anggaran pun terbatas.
“Sedangkan dana desa itu adalah anggaran yang memang bener-bener bisa bisa melaksanakan pembangunan dari bawah ke atas, beda dengan anggaran lain yang biasanya dari atas ke bawa. Apalagi kami juga tidak memiliki tanah kas desa (bengkok), tentunya ini sulit,” ujarnya.(ygi/ysp)