Tugas pengelola sekolah hanya satu yang diamanahkan oleh kurikulum prototipe yaitu melakukan analisa dan menyusun kurikulum operasional satuan pendidikan dengan fokus pada menumbuhkan karakter pelajar pancasila yang didalam kurikulum 2013 disebut menyusun KTSP (buku 1, 2 dan 3). Pembuatan kurikulum operasional satuan pendidikan meliputi analisa konteks satuan pendidikan, merumuskan visi, misi, dan tujuan sekolah, pengorganisasian pembelajaran, rencana pembelajaran, pendampingan evaluasi dan pengembangan profesional.
Kurikulum prototipe sebagai kurikulum yang mendorong pembelajaran sesuai kemampuan peserta didik dan memberi ruang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi dasar. Sebagai pilihan tambahan bagi satuan pendidikan untuk melakukan pemulihan pembelajaran selama 2022 – 2021 sebelum ada evaluasi kurikulum nasional.
Tidak ada pemaksaan dan siswa merdeka belajar sesuai kondisi belajar bersama guru yang profesional dan memberikan keleluasaan pada satuan untuk berinovasi mengembangkan sekolah sesuai bakat, minat dan kemampuan siswa. Kesuksesan implementasi kurikulum prototipe ini ada dua hal yaitu guru harus mau berubah dengan paradigma baru dan menguasai minimal dua model pembelajaran yaitu Project Based Learning (PJBL) dan Teaching at the Right Level (TaRL).
Baca Juga:Hera Pebriana kembali Pimpin Kembali KT Desa CilandakBupati Purwakarta: Pengajian Pelihara Persatuan dan Kesatuan
Akhirnya pembelajaran yang dilaksanakan jika ingin sukses sangat bergantung pada beberapa faktor antara lain: guru, murid, tujuan yang akan dicapai, penggunaan media pembelajaran, metode yang diterapkan dan sistem evaluasi, pengetahuan yang tepat dimiliki siswa mengarahkan perhatiannya pada satu atau dua hal tertentu dari materi yang sedang dipelajari. Jadi bukan semata pada perubahan kurikulum saja. Beberapa persiapan yang juga tak kalah penting untuk menjadi perhatian kita semua adalah implementasi kurikulum baru tergantung pada kualitas guru, komitmen pemerintah daerah turut menentukan dan berkiprah aktif, serta diperlukan petunjuk pelaksanaan yang jelas dalam implementasi kurukulum prototipe. Tentu kita semua tidak berharap kurikulum prototipe menjadi proyek gagal yang disebabkan kurangnya sosialisasi dan petunjuk yang bersifat komprehensif dan holistik. Juga kurangnya kesungguhan kita sebagai pendidik untuk berupaya menyukseskannya.
Harapannya dengan adanya perubahan kurikulum prototipe ini dunia pendidikan mampu melahirkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif afektif dan mampu bersaing ditingkat global dengan kemandirian lokal. Kita harus yakin bahwa dengan perubahan kurikulum ini pendidikan di Indonesia akan menghasilkan generasi yang jauh lebih baik dan siap menjawab tantangan zaman ke depan. (*)