SUBANG-Gerakan Pilihan Sunda dan Lembaga Adat Kratwan Galuh Pakuan menuntut Presiden agar Provinsi Jawa Barat berganti nama menjadi Provinsi Sunda. Hal itu sebagaimana tercantum dalam acara Maklumat Sunda 2022 yang digelar di Lapang Bintang Subang pada Rabu (2/2).
Pupuhu Gerakan Pilihan Sunda Andri Perkasa Kantaprawira mengatakan, adanya dorongan tersebut setelah disetujuinya Undang Undang Ibu Kota Negara (IKN). Dia menyampaikan, DKI Jakarta tidak jadi ibu kota negara dan daerah khusus. Dengan begitu, tokoh dan intelektual Sunda harus mulai memikirkan konsep integrasi wilayah Jabar, Banten, DKI Jakarta melalui konsepsi Otonomi Khusus Sunda Raya dengan tiga provinsi.
“Soal kenapa di Subang (acara Maklumat Sunda, red), karena di sini ada pusat perekonomian baru, yakni Pelabuhan Patimban yang merupakan pelabuhan agraria dan industri serta mega proyek dan investasi nasional harus membawa rakyat Sunda sejahtera, tidak tersingkir dari wilayahnya,” katanya.
Baca Juga:Buka 10.000 Lowongan Pekerjaan di Subang Tahun 2022Pemkab Purwakarta Buka Peluang Kerja di Korea, Ini Syaratnya
Dalam kesempatan itu, Andri menitipkan Maklumat Sunda 2022 kepada Ketua DPD RI H. AA La Nyalla Mahmud Mataliti untuk kemudian disampaikan langsung pada Presiden RI Jokowi.
Dalam kesempatan itu hadir anggota DPD RI seperti Dra. Hj. Eni Sumarni, M.Kes, H. Asep Hidayat (DPD RI Jawa Barat) dan H. Dharma Setiawan (DPD RI Kepulauan Riau).
Aa La Nyalla Mahmud Mataliti mengapresiasi apa yang disampaikan masyarakat Sunda. Dia mendukung keinginan masyarakat Sunda untuk mengubah nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Sunda. Keinginan itu tertuang dalam Maklumat Sunda yang kemudian diamanatkan kepada LaNyalla agar diperjuangkan ke Pemerintah Pusat.
“Kemajuan daerah dapat dicapai dengan semangat kecintaan warga terhadap tanah kelahirannya. Salah satu jalan untuk membangkitkan semangat tersebut, bisa dicapai dengan menggugah kesadaran kolektif warganya tentang hakikat sejarahnya,” ujar La Nyalla.
Dia menegaskan, pemimpin-pemimpin nasional harus menjadi negarawan yang tidak hanya melihat nasib bangsa dari setiap periode pemilihan, tanpa ada perubahan fundamental dalam hal bertatanegara, tatakelola dan nasib rakyat dalam hal keadilan dan kesejahteraan.
“Sebagaimana amanat Pembukaan UUD dan UUD 1945. Sirkulasi kepemimpinan nasional yang sudah tersandera oleh UU Pemilu yang melanggar UUD 1945, harus didobrak dengan perjuangan Presidential Treshold akhirnya akan lahir pemimpin kerakyatan bukan pemimpin yang digandoli stigma petugas partai,” tegasnya.