Demokrasi juga menciptakan peluang bagi lolosnya kepentingan segelintir kaum kapitalis dengan jalan membuat undang-undang. Terlebih banyak pengusaha yang duduk sebagai wakil rakyat.
Sungguh ironis, demi membela tuannya semua kepentingan kaum elit disahkan atas nama rakyat. Nampak jelas tipu dayanya, anehnya masih banyak rakyat yang percaya dengan kamuflase demokrasi yang telah nyata tidak akan pernah menjadikan rakyat berdaulat.
Berbeda dengan sistem Islam, yang menempatkan kedaulatan ( hak membuat hukum) ada di tangan syariah, bukan pada rakyat maupun penguasa. Kewajiban penguasa adalah mengurusi rakyat dengan menerapkan hukum Allah SWT.
Baca Juga:Prediksi! Tiga Partai yang ‘Bertahta’ Pada Pemilu 2024Ridwan Kamil: Omicron Naik, PTM Sedang Dievaluasi
Islam tidak akan pernah memberikan celah sedikitpun bagi penguasa untuk membuat hukum, apalagi membuat hukum yang akan menguntungkan dirinya maupun kelompoknya.
Keimanan yang kokoh dan menghujam dalam dada menjadikan penguasa takut terhadap ancaman Allah SWT jika mengkhianati amanah sebagai pengurus umat.
Dalam Islam pun ada perwakilan umat yang disebut Majelis Umat, berfungsi sebagai penyampai aspirasi umat dan menjalankan tugas amar makruf nahi munkar.
Majelis umat tidak membuat hukum apalagi melegalisasi peraturan dan undang-undang. Majelis umat berkewajiban menjalankan amar makruf nahi Munkar. Jika pemimpin/Khalifah dan pejabatnya melenceng, peran majelis umat berkewajiban menegurnya.
Penguasa juga wajib menjadi pelindung rakyat. Ia layaknya perisai yang melindungi tentara yang berperang menghadapi serangan musuh. Nabi saw bersabda:
“Sesungguhya Imam(Khalifah) itu laksana perisai. Orang-orang berperang di belakangnya dan dia digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan ketaqwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, maka dengan itu dia akan mendapatkan pahala. Namun, jika dia memerintahkan yang lain maka dia akan mendapatkan dosa(HR. al-Bukhari dan Muslim).
Imam Syafi’i mengatakan, bahwa kedudukan seorang pemimpin terhadap rakyatnya seperti kedudukan seorang wali terhadap anak yatim.
UU IKN tampak bagus dan logis, dengan alasan hindari banjir, menaikkan perekonomian, terhindar dari kemacetan dan tidak mengandalkan APBN.
Baca Juga:Pengesahan UU IKN Bukan untuk RakyatRidwan Kamil Jalan Penghubung Jabar Jateng
Sebaliknya jika kita telaah lebih jauh akan didapatkan kenyataan yang berbeda dan semua justru berpotensi merugikan rakyat.
Kebijakan yang berpihak pada rakyat hanya bisa kita harapkan dan kita dapatkan dalam sistem Islam, belum cukupkah dan akan sampai kapan umat diperdaya oleh kaum oligarki dengan mengatasnamakan kedaulatan rakyat?