Kebijakan ini pun mirip dengan kebijakan yang diberlakukan pada batubara, yang sempat menimbulkan krisis energi di dalam negeri dan luar negeri. Para produsen batu bara dipaksa memenuhi target DMO untuk PLN sebesar 25% tanpa ada pelayanan lainnya. Dan yang terjadi adalah ketidakpatuhan produsen sebab harga batubara di pasar internasional lebih tinggi dan langsung bisa balik modal.
Kebutuhan pokok bagi rakyat pemenuhannya harus dari sisi penguasa. Sebab secara syariat, fungsi penguasa adalah periayah atau pengurus urusan rakyat. Keberadaan BUMN adalah juga untuk rakyat, maka negaralah yang mengelola, dengan biaya produksi dari Baitul mal. Seluruh SDA yang menjadi kepemilikan umum dan negara, dikelola dan hasilnya di manifestasikan dalam pembangunan fasilitas umum beserta infrastrukturnya.
Tak ada ranah bagi korporasi, sebab sebagai negara mandiri pantang menggantungkan kepentingan rakyat kepada asing. Nyatanya ketika koorporasi bicara, minyak semakin langka di pasaran. Untuk apa dipatok harga atau disubsidi jika barang masih tak terbeli oleh rakyat?
Baca Juga:Kisah Duka Dibalik Pembelajaran Selama Pandemi Covid-19Ridwan Kamil Resmikan Pusat Budaya Pagerageung Tasikmalaya
Solusi dalam Islam pertama tidak mematok harga, sebab hal itu diharamkan. Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadis dari Anas ra. yang mengatakan:
” Harga pada masa Rasulullah Saw. pernah membumbung. Lalu mereka melapor,” Ya Rasulullah, seandainya saja harga ini engkau patok ( tentu tidak membumbung seperti ini).” Beliau menjawab,”Sesungguhnya Allah-lah Maha Pencipta, Maha Penggenggam, Maha Melapangkan, Maha Pemberi Rezeki dan Maha Menentukan Harga. Sesungguhnya aku sangat ingin menghadap ke hadirat Allah, sementara tidak ada seorang pun yang menuntutku karena suatu kezaliman yang aku lakukan kepadanya, dalam masalah harta dan darah” (HR Ahmad).
Hadist di atas menunjukkan keharaman mematok harga, sebab merupakan salah satu bentuk kezaliman yang harus diadukan kepada penguasa agar ia mau menghilangkannya. Jika penguasa sendiri yang melakukan pematokan harga, maka di hadapan Allah ia telah berdosa. Dan sebenarnya siapapun yang mematok harga berhak diadukan kepada Mahkamah Mazalim, sayang hari ini pengadilan pun berpihak pada penguasa dan tak paham syariat.
Kejamnya, selain subsidi dicabut, penguasa masih mematok. Padahal, mematok harga atau menentukan HET ( Harga Eceran Tertinggi) faktanya membahayakan rakyat, baik dalam masa damai maupun perang. Pematokan harga bisa membuka pasar sembunyi-sembunyi, jauh dari pengawasan negara, biasa disebut pasar gelap. Akibatnya harga akan melambung tinggi dan barang hanya bisa dijangkau oleh orang-orang kaya saja. Sementara yang miskin kesulitan.