“Lalu mesjid dikunci dan katanya yang ngunci itu Edi (mantu ahli waris),” jelas Ibrahim.
Persoalan itu sebenarnya sudah diclearkan oleh Pemerintahan Desa Kertajaya dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat.
Namun pernyataan Edi yang membolehkan mesjid dipergunakan kembali, menurut Ibrahim belum pas seluruhnya. Karena perkataan itu, tidak lantas menyebutkan status kepemilikannya. “Hanya status (lahan mesjid) yang masih menjadi persoalan” tegasnya
Baca Juga:Ustadz Khalid Basalamah Klarifikasi Soal Haramkan Wayang, Begini PenjelasannyaSistem Ekonomi Pancasila akan Bangkitkan Perekonomian
Di tempat terpisah, Kepala Desa Kertajaya, Fauzi Syamsul Munawar mengatakan, persoalan itu hanya miskomunikasi antara pihak pemilik lahan dengan pihak Ponpes. “Alhamdulillah sudah beres dan sudah dimusyawarahkan. Sudah ada kesepakatan. Mesjidnya sudah digunakan lagi untuk beribadah,” ucap Fauzi.
Perihal status lahan, jika itu diwakafkan maka pihaknya bersedia membantu untuk membuat surat tertulisnya.
“Kami menunggu pihak keluarga tentang status lahannya, supaya lebih jelas,” tegasnya.
Ketua BPD Kerjatajaya, Suherman berharap tidak terulang perihal mesjid digembok. Walaupun ada masalah, dapat dimusyawarahkan untuk mencari solusinya.
“Mesjid itu untuk sarana ibadah umat Islam, ya jangan sampai ada penggembokan. Dan itukan tidak elok sarana ibadah kok, sampai digembok. Kita juga sebetulnya sebagai pemdes merasa malu,” terangnya panjang lebar.
Walaupun begitu, ia cukup berlega hati dengan keputusan sementara, apabila mesjid tersebut dibuka kembali. Dalam beberapa waktu ini, Pengelolaan mesjid diserahkan pada RT 03, sebelum terbentuk DKM. (bbs/sep)