Bahagia itu, seperti Pak Yazid, Pak Liwon, Pak Edi, Pak Male, Pak Bandono, Pak Wasgito Pak Asep juga warga lainnya yang dengan entengnya selalu membantu warga di gang dan tentu gang lainnya. Ringan tangan untuk mengerjakan apapun yang berkaitan dengan kepentingan bersama atau pribadi yang membutuhkan. Tanpa pikir dan perhitungan. Selama bisa dibantu dan dikerjakan, hayu! OK! Tak Masalah!
Bahagia itu, ketika warga akrab-gayeng, tanpa memandang beda agama, suku, asal, status dan atribut sosial lainnya. Berinteraksi, bergotong royong bersama membersihkan dan atau memenuhi kebutuhan lingkungan. Bahagia adalah ketika warga satu gang,-syukur-syukur lingkup geografis yang lebih luas, GUYUB. Guyub satu gang bermula dari guyub dalam keluarga.
Ya. Guyub adalah nilai kearifan lokal yang harus terus bersama kita jaga. Guyub adalah nilai yang bisa ditumbuhkembangkan di semua lingkungan. Guyub warga mampu melawan karakter individualis yang menjadi nafas kluster sosial bounded system. Sistem sosial yang didasarkan pada sesuku, seagama, sepaham. Entah dalam bentuk perumahan atau golongan eksklusif. Yang tak sama adalah orang lain, bukan bagian. Menafikan orang lain yang tak sama dengan diri atau kelompoknya.
Baca Juga:Ridwan Kamil Targetkan 40 Juta Wisatawan ke Jabar Tahun 2022Â SMRC: Warga Jawa Barat Dukung Ridwan Kamil Sebagai Calon Presiden
Guyub menjadi salah satu sumber kebahagiaan. Guyub adalah kearifan lokal kita yang menjadi jalan ketiga (setelah Komunisme dan Liberalisme-Kapitalisme) untuk membangun peradaban. Kearifan lokal adalah salah satu inti nilai Pancasila. Pancasila adalah jalan membangun Peradaban. Mari kita merawat dan memuliakan kearifan lokal. (*)
OLEH: Kang Marbawi