Memang tak jarang, flexing terkadang dimanfaatkan sebagian orang karena ingin menampilkan image yang positif, agar kawan dan saudara yang jauh mendapat kabar dari kondisinya bahkan keluarganya saat ini, jika semua ditampilkan tidak berlebihan, terkesan indah dan bijak, maka tanpa diminta kehadirannya disambut oleh orang lain dengan likes atau bahkan kata wow. Lain halnya jika hal ini dilakukan oleh para istri yang sengaja membagikan potret kebersamaan dan kemesraan dengan orang-orang yang berkelas, dan terbawa pergaulan yang glamor tanpa mengimbangi dengan pendapatan yang dimiliki, meski mereka ngoyo (memaksakan diri) untuk mendapatkan posisi itu, sampai label sosialita disandangkan pada mereka, maka tetap akan ada perasaan tak nyaman. Hingga tak jarang memicu keributan dengan suami. Bahkan tak jarang suami yang kerja ikut tertuntut dengan gaya hidup pergaulan istrinya yang merasa tertekan jika tak dapat apa yang diinginkan, mulai dari merek kosmetik, merek sepatu, tas dan baju semua berkelas. Ternyata hal ini justru menunjukkan penampilan emosi yang belum matang. Menurut Yustinus Semiun “2006:410” Mendefinisikan bahwa kematangan emosi mengacu pada kapasitas seseorang untuk bereaksi dalam berbagai situasi kehidupan dengan cara-cara yang lebih bermanfaat dan bukan dengan cara-cara bereaksi anak-anak.
Lalu bagaimana dengan orang yang sederhana atau dikenal dengan anti flexing apakah sama dengan mereka? Bagi orang yang sederhana tak perlu butuh banyak pengakuan dan perhatian, karena rasa nyaman dan bahagia mereka miliki dengan tampil apa adanya tak membuat mereka malu. Zona ini yang tak dimiliki oleh para flexer. Meski tidak mudah menjalani hidup sederhana dan pandai bersyukur tetapi mereka mampu mengendalikan emosi sehingga terlihat bersahaja dalam semua kondisi. Orang seperti ini menggunakan skala prioritas dalam keuangan, tidak mudah menghamburkan untuk yang sia-sia, bahkan menurut para flexer terlihat pelit, padahal semakin orang itu sederhana, rasa peduli pada orang lain juga meningkat, kita mungkin tidak tahu, bagaimana orang yang sederhana itu dermawan atau secara diam-diam bersedekah. Hidup sederhana adalah gaya hidup (lifestyle) yang mampu mengontrol diri dengan benar dan tidak terjebak pada konsumerisme. Bergaya hidup sederhana juga membuat seseorang mampu membedakan mana keinginan dan mana kebutuhan. Seseorang yang memiliki gaya hidup sederhana tentunya memiliki pola pikir sederhana pula. Ia akan mampu berpikir jernih dalam kondisi apapun. Jika semua manusia mampu melakukan, terutama para pejabat, maka hal ini adalah cara yang efektif dan efisien menghilangkan semua bentuk korupsi.