Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan mengatakan, kenaikan harga di level internasional berdampak pada Indonesia karena 80 persen kebutuhan kedelai di dalam negeri didatangkan dari impor. Sungguh ironis, tahu dan tempe yang kita konsumsi selama ini ternyata hasil impor kedelai dari luar negeri. Kementerian Pertanian mencatat sekitar 86,4% kebutuhan kedelai Indonesia berasal dari impor. Hingga 2020, dalam catatan BPS, terdapat impor kedelai sebesar 2,48 juta ton dengan nilai mencapai US$1 miliar. (katadata.co.id)
Padahal, Indonesia sebagai negara agraris di mana sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani. Dengan lahan yang luas dan tanah subur, sektor pertanian di Indonesia seharusnya mampu menopang kebutuhan pangan rakyatnya. Namun, transformasi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian menjadi penyebab utama penurunan produksi kedelai.
Menurut laporan Kementan, luas lahan pertanian yang terus menyusut dari 660,8 ribu ha (2010) menjadi 285,3 ribu ha (2019) adalah akibat tuntutan ekonomi dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain lahan yang terus berkurang, petani kedelai juga tidak mendapatkan subsidi pupuk dan bibit kedelai varietas unggul sehingga biaya produksi yang dikeluarkan cukup tinggi. Tingginya biaya produksi kedelai tidak seimbang dengan harga jual, sehingga para petani enggan menanam kedelai. Selain minimnya ketersediaan kedelai lokal, perajin tahu dan tempe juga lebih memilih kedelai impor karena kualitasnya dianggap lebih bagus.
Baca Juga:BLK Prioritaskan Program Pelatihan SatpamHKTI: Petani Perlu Beragam Jenis Pupuk, Tolak Rekomendasi Pembatasan Pupuk
Untuk mengatasi hal ini, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi meminta agar pemerintah segera mengambil langkah jangka pendek dan panjang. Terlebih kenaikan kedelai di Indonesia kerap terjadi setiap tahunnya. Kementerian Perdagangan harus segera melakukan langkah dalam mendorong ketersediaan kedelai di pasaran sekaligus menstabilkan harga. Sebab, harga kedelai akan stabil jika kedelai ada dan mudah didapat oleh masyarakat.
Dedi menyatakan, minimnya produksi dalam negeri tak lepas dari minat petani yang kurang untuk menanam kedelai. Pasalnya, harga kedelai secara ekonomis masih jauh di bawah padi dan jagung. Oleh sebab itu, pemerintah perlu menyiapkan langkah strategis dalam mengatasinya. Kementerian Pertanian, perlu membuat berbagai perencanaan. Mulai dari penanaman serentak, penyediaan lahan, bibit unggul sesuai kebutuhan pasar Indonesia, tenaga pendamping, hingga alat produksi pascapanen. (news.detik.com, 19/02/2022)