Monolog membutuhkan ragam perspektif dalam dialog. Membungkam amnesia yang menjadikan orang abai, pun asyik dalam ruangnya sendiri-sendiri. Tak ada dialog, tak ada komunikasi untuk mengembangkan dan mengenal ragam pikir. Amnesia kadang lahir dari kekuasaan dan status quo. Padahal kekuasaan yang tak diartikan Amanah hanyalah pengulangan dari hubungan traumatik antarmanusia.
Monolog menjadi penanda, putusnya dialog bertudung komunikasi setara dan alamiah. Saussure, menekankan “kata” sebagai penanda dialog dimanapun dan dalam bentuk apapaun adalah sesuatu yang arbitrary, sebuah konvensi. Makna yang disepakati subyek yang terlibat dalam dialog.
Celana longgar, jubah ketat, topi kecil dan sepatu besarnya Caplin adalah simbol satiris ragam sudut pandang kebudayaan fashion pada masanya yang tak terdialogkan. Caplin, memberi warna pelangi dalam khazanah kreatifitas dan sudut pandang. Begitupun di lingkungan kita. Ada banyak sudut pandang yang menunggu untuk didialogkan dalam caping komunikasi. Terbukalah, maka akan ditemukan pelangi itu. (*)
OLEH: Kang Marbawi