“Dekan nya saja udah banyak maklum, karena saya selalu nunggak- nunggak dan nunggak, karena saya tidak punya uang, saya terlambat menyelesaikan S1 nya, saya kuliah S1 sampai 7 tahun ya itu karena tidak punya uang buat ikut sidang, akhirnya ayah saya kesana- kemari mencari pinjaman dan akhirnya ada seorang dermawan yang memberikan motornya untuk di jual agar saya bisa ikut sidang dan jadi sarjana,” jelas Prof Dedi dengan mata berkaca-kaca.
Prof Dedi semenjak kuliah S1 sudah di percaya menjadi asisten dosen. Namun selepas mendapatkan gelar sarjana, Prof Dedi bekerja di perusahaan, dan pernah menjabat sebagai manajer.
Meski gaji sebagai menajer terbilang besar, namun ia merasa seperti hampa, ia ingat pesan agama bahwa pahala yang sampai kepada kita sampai mati yaitu anak Soleh, punya ilmu yang bermanfaat, dan sedekah.
Baca Juga:Pabrik Aqua Subang Raih Penghargaan Top CSR Awards 2022Pelajar dan Mahasiswa Komitmen Sukseskan Pemilu 2024
“Mohon maaf ini bukan sombong, saya merasa memiliki pengetahuan walau sedikit pengen saya amalkan dan menjadi ladang pahala buat saya, maka kemudian saya memutuskan untuk menjadi akademisi, dan alhamdulillah bisa sampai saat ini, mendapatkan gelar ini tidak mudah, penuh perjuangan, jadi untuk jadi profesor tidak perlu punya uang, untuk jadi profesor harus penuh perjuangan,” paparnya.(aef/vry)